[KATEDRAL] Sore itu, di Gedung Pusat Pastoral Keuskupan Bogor, keterbatasan tidak lagi menjadi pembatas namun pemersatu yang saling menguatkan. Itulah yang terlihat dalam Peringatan Hari Disabilitas Internasional (PHDI) Keuskupan Bogor, Minggu (9/12) siang. Peringatan tahun kedua yang digelar oleh Kumpulan Orang Mau Pelajari Ajaran Kristus (KOMPAK) Disabilitas ini dihadiri sekitar 500 orang baik penyandang disabilitas maupun pemerhati serta aktivis yang memperjuangkan hak-hak umat berkebutuhan khusus (UBK) itu.
“Selama ini pendampingan terhadap UBK memang belum secara menyeluruh. Namun saya bersyukur, dengan kehadiran KOMPAK Disabilitas di Keuskupan Bogor, tugas pendampingan tersebut dapat dilakukan bersama-sama. Mereka menyiapkan jalan Tuhan bagi orang-orang yang mungkin kesulitan untuk mendapat pengajaran iman, kesulitan untuk pergi ke gereja dan mengerti apa yang dibahas di gereja. Terima kasih KOMPAK!” seru Monsinyur Paskalis dalam sambutannya.
Peringatan yang dirayakan secara internasional setiap 3 Desember itu diawali dengan Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Uskup Bogor Mgr. Paskalis Bruno Syukur, Pastor Paroki St. Paulus Depok RP Alforinus Gregorius Pontus OFM, Direktur Pendidikan Seminari Menengah Stella Maris RD Jeremias Uskono, Ketua Komisi Kateketik KAJ RD Victorius Rudy Hartono, Pastor Paroki St. Thomas Kelapa Dua Depok RD Dionisius Adi Tejo Saputro, dan RD David Lerebulan.
Keramahan Uskup Meyapa UBK
Sebelum perayaan dimulai, Monsinyur Paskalis berkeliling Aula Pusat Pastoral di lantai 4 untuk menyapa para UBK yang hadir. Sentuhan hangat, senyum bahagia dari UBK terlihat sore itu. Rasanya tidak berlebihan jika para UBK sungguh merasakan kehadiran Tuhan Allah lewat diri uskupnya.

Tunarungu, tunanetra, tunadaksa, tunawicara, dan tunagrahita tidak ada yang terlewat. Mereka semua mendapat sapaan hangat khas Uskup Bogor itu. Beberapa UBK kala itu juga memohon doa dari Bapa Uskup baik sebelum misa dimulai dan maupun saat acara sudah selesai. Monsinyur Paskalis melayani semuanya, setiap yang meminta, ia doakan. Bahkan Bapa Uskup adalah salah satu orang yang pulang paling akhir pada hari itu.
Berbeda Bukan Masalah
Menarik, ketika seorang tunarungu bernama Paula memohon doa kepada Bapa Uskup karena bersama 3 temannya, Paula akan dibaptis di Paroki Hati Kudus Kramat Jakarta. “Yohanes pernah berkata bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis. Hal ini dijawab oleh Paula dan rekan-tekannya yang akan dibaptis dalam waktu dekat. Walaupun berbeda dari segi fisik atau mental, anda sekalian tetaplah bagian dari Gereja Katolik yang utuh,” kata Monsinyur Paskalis.
Kemudian, monsinyur juga mengajak para UBK dan umat yang hadir untuk menanggalkan kesedihan dan kesengsaraan karena Allah selalu hadir dalam hidup manusia, hal tersebut tercermin dalam bacaan hari itu. “Bergembiralah karena Allah ingat akan kalian. Rajin berdoa dan selalu bersyukur atas karya Allah dalam diri kita,” ajak Bapa Uskup.
Hidup berbeda dan memiliki keterbatasan fisik bukan menjadi penghalang seseorang untuk berprestasi dan memiliki berbagai macam talenta. Ini terbukti dari berbagai penampilan yang dipentaskan usai Ekaristi. Para UBK memainkan berbagai macam seni pertunjukan mulai dari seni tari, menyanyi, berpuisi, hingga drama komedi.
Pendiri KOMPAK Bogor Klemensia Sheny Chaniaraga berharap agar pemerintah dan Gereja bersama-sama mengedukasi umat dan masyarakat agar dapat merubah paradigma yang ada terhadap UBK. “Dulu UBK hanya sebagai suatu objek saja, tapi saat ini UBK harus menjadi mandiri. UBK bisa hanya caranya berbeda, mereka saat ini juga menjalankan pekerjaan bersama di tengah masyarakat. Ada juga yang ingin menjadi suster dan bruder di Gereja. Hal tersebut harus dipikirkan dan disiapkan,” pungkasnya.
(Enoz Raja/John)