Anda di sini
Beranda > Nusantara > Pendidikan Karakter Tak Bisa Sekadar Teori

Pendidikan Karakter Tak Bisa Sekadar Teori

Loading

[BOGOR] Implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) tidak bakal berhasil bila melalui  pendekatan teori. Penyampaiannya pun harus menyesuaikan dengan psikologi generasi digital serta seluruh pemangku kepentingan sekolah ikut serta membangun budaya baik di sekolah maupun rumah untuk mendukung PPK.

Demikian rangkuman pendapat sejumlah pengajar menanggapi Peraturan Presiden No 87/2017  tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yang mempertegas pentingnya pendidikan karakter pada generasi muda.

“PPK harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan sekolah, tidak bisa hanya berupa teori melainkan dibangun melalui seluruh proses pembelajaran di sekolah dengan membangun budaya sekolah,” kata Adriani Francisca, pengajar di Sekolah Bogor Raya (SBR).

Pemerintah, kata Adriani, perlu melihat realitas karakter peserta didik saat ini. Generasi sekarang adalah generasi digital yang tidak sabar dengan pendekatan metode ceramah. Sehingga gaya pembelajaran di kelas harus interaktif. “Cara penyampaian tidak berupa indoktrinasi namun harus disesuaikan dengan perkembangan era digital,” katanya.

Menurut Ari Sudana, pengajar SMA BPK Penabur Sentul, Jabar, karakter kurikulum 2013 yang  membolehkan implementasi berbagai metode dan model pembelajaran memudahkan peserta didik memahami nilai-nilai sikap yang luhur tanpa harus merasa didikte.

Pada kenyataannya di sejumlah sekolah muncul tenaga pendidik yang justru membawa ajaran menyimpang dari Pancasila. Intoleransi dan radikalisme ditanamkan pada peserta didik. Mengenai adanya potensi penyimpangan ini, menurut Ari, pengawasan oleh kepala sekolah, sesama guru, peserta didik, maupun komite sekolah seharusnya sudah mampu mengindentifikasi tenaga pendidikan yang  melenceng.

Penting untuk dipahami bahwa sifat opsional pendidikan karakter bukan berarti sekolah boleh memilih mengadakan pendidikan karakter atau tidak, melainkan sekolah boleh menerapkan pendidikan karakter yang sesuai dengan kekhasan sekolah ditambah kewajiban untuk membiasakan peserta didik dengan karakter sosial dan kebangsaan.

“Dulu banyak yang mengira bahwa pendidikan karakter hanya diajarkan melalui pendidikan agama dan PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) saja, namun kini setiap guru diwajibkan untuk membiasakan peserta didik mengaplikasikan pendidikan karakter di kehidupan sehari-hari. Karena itulah PPK dicantumkan dalam silabus pembelajaran,” ujarnya.

“Habitus”

Pengajar Sekolah Regina Pacis Bogor, Jabar, Andreas Iswadi berpendapat bahwa PPK bukanlah materi yang diajarkan melainkan bagaimana pembiasaan atau habitus sekolah, dan ini membutuhkan konsistensi yang ketat dari pengampu kepentingan, utamanya guru sebagai ujung tombak pendidikan. “PPK tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus masuk ke semua sendi pembelajaran di kelas, dan guru-guru harus kompak,” katanya. 

(Jam)

Leave a Reply

Top