[KATEDRAL] Ribuan umat memadati Gereja BMV Katedral Bogor, Selasa (24/12) sore. Berkas cahaya tipis pun dapat terlihat di dalam gereja, seiring lagu Betlehem Brikan Pintumu mengalun sendu. Umat seakan larut dalam misteri penebusan kasih Allah melalui seorang bayi. Ia lahir di palungan yang rendah karena tidak diberi tempat.
Perayaan Malam Natal pertama di Katedral itu dipersembahkan oleh Monsinyur Paskalis Bruno Syukur OFM dengan konselebran RD Alfonsus Sombolinggi dan RD Habel Jadera. Membuka homilinya, Monsinyur Paskalis mengajak umat berdiri dan saling mengucapkan selamat Natal kepada satu sama lain. Tidak hanya itu, umat menyanyikan bersama lagu “Malam Kudus”. Kehangatan seolah terpancar dari tiap insan umat.
Pesta Cinta Kasih
Kelahiran Yesus, menurut Monsinyur Paskalis, memperlihatkan relasi Allah sebagai sang penebus kepada manusia. Ia menerangkan, kedatangan-Nya ke dunia patut menjadi sukacita umatNya. “Allah yang menjadi manusia tinggal di dalam hati setiap orang. Melalui peristiwa keselamatan ini, kita mencari kekuatan dari Tuhan. Hendaknya kita melepaskan segala persoalan diri dan mencari-Nya,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) itu menegaskan, Tuhan sejatinya tidak pernah meninggalkan umatNya. “Tuhan Yesus mau berjalan bersama kita. Mari, kita membuka hati dan masing-masing menerima Sang Raja yang lahir,” tuturnya.
Melalui peristiwa Natal, Allah telah turun dan menyapa manusia. Tidak sekadar menyapa, tetapi memberikan diri. Maka, pantaslah kita makin dikuatkan oleh karena kasih-Nya. “Walaupun manusia jatuh dalam dosa, Allah mau menyelamatkan dengan kasih. Natal menjadi bukti kasih abadi Bapa kepada kita. Ini adalah pesta cinta kasih, the feast of love,” imbuh Uskup Bogor tersebut.
Suasana kian bertambah meriah dengan penampilan Stellina Children Choir di penghujung perayaan. Paduan suara anak Keuskupan Bogor itu mempersembahkan dua lagu, “Feliz Navidad” dan “Gita Surga Bergema”, diiringi dengan umat yang turut bernyanyi dengan sukacita.
Tergapai
Di titik lain Kota Bogor, pada waktu yang sama, paduan suara Viva Recis Suara menggema merdu di Aula SMA Regina Pacis Bogor. Langkah kaki para penyanyi malam itu menjadi penanda segera dimulainya perayaan Ekaristi yang dihadiri sekitar 3.500 umat.
Khidmat adalah salah satu kata yang mungkin paling cocok menggambarkan situasi malam itu. Gelapnya langit dan hilangnya cahaya lampu tidak membuat suasana menjadi mencekam. Malah sebaliknya, suasana seakan mengajak umat menghayati momen kelahiran di Betlehem, menjadi saksi kehangatan keluarga Maria dan Yosef di kandang domba.
Misa sore itu dipimpin oleh Vikaris Jenderal Keuskupan Bogor RD Yohanes Suparta dan konselebran Ekonom Keuskupan Bogor RD Andreas Arie Susanto.
Dalam homilinya, Romo Parto, sapaan akrab Vikaris Jenderal Keuskupan Bogor menggambarkan Yesus yang lahir malam ini ialah sosok yang bisa umat Katolik lihat, gapai, dan temui. “Allah menjanjikan diri untuk hadir dan Ia sungguh hadir dalam wujud manusia bernama Yesus. Peristiwa Natal yang kita ulang setiap tahunnya memang memiliki agenda yang sama, tetapi apakah kita sudah benar-benar memaknainya?” tanyanya.
“Kesulitan Maria dan Yusuf dalam mencari tempat melahirkan bukan untuk menggambarkan keluarga kudus sebagai keluarga yang miskin. Namun, mau memberikan gambaran secara gamblang Yesus yang lahir di kandang domba itu merupakan sosok yang bisa kita gapai, temui, dan lihat. Apabila Yesus lahir di kamar hotel, mungkin berita kelahirannya hanya diketahui oleh tetangga kamar saja. Namun, karena Ia lahir di tempat umum berupa kandang domba, maka Ia bisa ditemui dengan mudah,” papar Vikaris Jenderal Keuskupan Bogor itu.
Sabar dan Merunduk
Pada misa kedua di Gereja Katedral Bogor, misa dipimpin oleh Pastor Paroki RD Paulus Haruna. Bersama dengan RD Albertus Simbul Gaib Pratolo dan RD Thomas Peng An, ketiganya menjalani perarakan dalam gelap gulita.
Adapun tema pesan Natal tahun inilah yang menjadi isi khotbah Romo Harun. Tema yang diusung oleh Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), yang berbunyi “Marilah Sekarang Kita Pergi ke Betlehem”, membuatnya teringat pada suatu tempat.
Tempat yang dimaksudnya ialah Gereja Kelahiran di Betlehem, yang kerap menjadi pusat destinasi para peziarah. “Gereja itu cukup besar. Bagian depannya mungkin sebesar Katedral ini. Di depan gereja itu, ada satu tanah lapang yang luas. Biasanya peziarah dari seluruh muka bumi hadir di situ, sebelum memasuki kompleks peziarahan suci tempat Yesus lahir,” ceritanya.
Namun, meski tempat berkumpul yang disediakan dapat menampung banyak orang, nyatanya orang harus bersabar untuk bisa masuk ke Gereja Kelahiran itu “Pintu masuk menuju tempat kelahiran Yesus tidak sebesar dan tidak selonggar seperti gereja kita. Hanya cukup masuk satu orang, sehingga orang harus mengantri,” lanjutnya.
Untuk bisa mencapai tempat kelahiran Yesus tersebut, orang harus bersabar. Bentuk pintunya yang kecil pun membuat umat Katolik yang memasukinya harus menunduk. Dan rasanya, ini juga dapat menjadi pembelajaran dalam konteks tema Natal kali ini.
“Saya menangkap hal simbolis dari kompleks tempat kelahiran Yesus itu. Bahwa untuk mendekati Yesus, kembali kepada Dia, kita harus bersabar. Rendah hati, tetapi juga berjalan dengan penuh kerinduan untuk bertemu dengan-Nya,” pungkasnya.
Sobat BMV, mari kita bergegas ke Betlehem!
Penulis: Agnes Marilyn, Ignatio Alfonsus, Celine Anastasya | Editor: Aloisius Johnsis