Loh hari buku kok dirayakan dua kali dalam setahun? Mana yang benar dan mana yang salah? Jawabannya adalah keduanya benar, karena memang hari buku nasional dan internasional memiliki tanggal peringatan yang berbebeda. Mari kita bahas satu persatu agar kita bisa lebih paham mengenai perbedaan hari buku nasional dan internasional.
Hari buku internasional atau dikenal dengan Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia, merupakan hari perayaan tahunan yang jatuh pada 23 April. Peringatan ini diadakan oleh United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) untuk mempromosikan peran membaca, penerbitan, dan hak cipta.
Hari buku nasional memiliki visi dan misi yang sama dengan hari buku internasional yaitu merayakan budaya membaca agar kita bisa menambah wawasan, menambah pengetahuan, serta mengasah kreativitas, dan imajinasi. Inisiatif untuk mengesahkan hari buku nasional ini digagas saat pemerintahan dipegang oleh Kabinet Gotong Royong, tepatnya pada 2002. Waktu ini dipilih atas ide dari Menteri Pendidikan saat itu, Abdul Malik Fajar. Hari buku nasional jatuh pada 17 Mei yang bertepatan dengan didirikannya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 1980.
Kenapa hari buku harus dirayakan? fakta bahwa minat baca di Indonesia pada saat itu masih sangat rendah dibandingkan dengan Tiongkok. Minat baca masyarakat Indonesia rata-rata hanya 18.000 judul buku per tahun, sedangkan minat baca masyarakat Tiongkok rata-rata 140.000 judul buku per tahun. Maka dari itu, Menteri Pendidikan ingin Indonesia memiliki Hari Buku Nasional untuk meningkatkan minat baca masyarakat.
Minat baca Indonesia hari ini masih tergolong rendah bahkan sangat rendah. Padahal membaca adalah cara termudah untuk kita dapat menambah wawasan, melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Misalnya, sudut pandang si penulis dapat membuka pikiran kita menjadi lebih dewasa dan lebih kritis akan isu-isu yang berdedar sehingga tidak ada lagi masyarakat yang dengan mudahnya termakan berita bohong bahkan dengan mudahnya tersulut api kebencian yang dibuat oleh oknum – oknum intoleransi. Ketika kita tersulut itulah tujuan mereka meporak porandakan persatuan yang telah kita jaga dengan keringat bahkan tumpah darah.
Menurut “Most Literate Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Sangat memprihatinkan bukan? Selain memiliki minat baca yang rendah Indonesia juga kurang mengapresiasi penulis-penulis lokal.
Buktinya? Masih banyak buku-buku bajakan yang masih tersebar luas dipasaran baik dalam bentuk cetak maupun ebook yang dijual dengan harga yang sangat miring. Kita memiliki mind set “kalo dia punya bukunya kenapa saya harus beli”. Padahal dengan kita membeli buku penulis lokal kita mengihidup seorang penulis. Kita memberi sebuah alasan untuk penulis tersebut untuk tetap berkarya.
Lalu apa yang bisa kita lakukan? Berdiam diri? Hal tersebut adalah tidak salah tapi alangkah lebih baik kita mulai membaca buku dari diri kita sendiri. Kita mulai mengapresiasi penulis dari diri kita sendiri karena kelak hal tersebut bisa berdampak baik.
Selamat hari buku! Selamat membaca dan menambah wawasan dan selamat mengapresiasi penulis-penulis lokal!
(Agnes Marilyn/AJ)
Saya penulis buku yang berdomisilie didaerah, betapa sedihnya kalau saat ini buku, hanya sebatas bagus di istilah,bagus di semboyan. Sementara sebagai penulis begitu beratnya menulis buku, saya masih melihat buku diabaikan.