Anda di sini
Beranda > Mutiara Biblika > Nolite Timere (Janganlah Takut)

Nolite Timere (Janganlah Takut)

Loading

Markus 4:39 Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. 4:40 Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”

Malam itu hujan begitu deras, suasana itu  semakin membuat orang enggan keluar rumah, ditambah situasi pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda selesai. Gereja juga mulai sepi sebab banyak orang ketakutan menghadapinya. Dalam kegelapan malam itu, hujan deras terus turun diselingi kilat dan petir yang silih berganti. Nampaknya, alam sedang menampilkan kemurkaan-nya seperti badai yang menghantam para murid Yesus, sehingga suara binatang di kampung itu tidak terdengar. Katak-katak pun ikut hening di malam yang sangat mencekam itu, ditambah hembusan angin menghempas air  hujan membasahi beranda rumah. Lebih menyedihkan lagi, ada genting yang bocor sehingga dalam rumah pun tidak terhindar dari tetesan air hujan yang semakin deras. Ember-ember tua menjadi sarana menampung  air hujan semakin membasahi ruangan dalam rumah. Kejadian alam seperti ini pasti akan kembali terjadi berulang kali sebab itulah regulasi alam yang tidak bisa ditolak manusia.

Malam semakin larut, hujan belum menunjukkan tanda-tanda reda, justru angin semakin kuat menghempas, terdengar pula suara pohon-pohon yang diterpa angin dan hujan. Sesekali terdengar ada ranting jatuh karena derasnya hujan disertai angin itu. Listrik Pun padam, sehingga menambah suasana malam itu semakin tidak karuan. Kambing-kambing pun juga ikut diem, mungkin takut pula dengan suara halilintar yang menggelegar silih berganti. Paijo sendiri juga tidak bisa berbuat apa-apa menghadapi kejadian alam itu sangat menakutkan. Tidak ada kekuatan manusia mampu menghalaunya. Dalam kesendirian itu Paijo tidak lagi berdaya, ditambah perut lapar menghampirinya. Makanan Pun juga tidak ada di rumah, kecuali persediaan ubi. Namun malam yang begitu mencekam itu tidak ada kekuatan lagi untuk memasaknya, sekalipun hanya direbus. Paijo terpaku sendiri di rumah itu tanpa ada suara Simbok yang dulu sering menemani. Kini Paijo harus berjuang sendiri menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi. Ini semua sudah menjadi sebuah proses alam bahwa manusia akan kembali lagi ke alam, hanya manusia sering kali menginginkan yang lain.

Dalam kesendirian di rumah, Paijo hanya bisa berdoa Rosario seperti yang Simbok ajarkan kepadanya. Kekuatan doa itu sangat luar biasa, sebab Simbok meyakini dengan doa itu selalu menjadi tenang. Doa berarti bersandar kepada Allah yang telah menjadikan alam semesta. Semua ada di bawah kuasanya. Lantunan doa Salam Maria itu terus terdengar dan sesekali diselingi bunyi petir yang kencang. Namun Paijo tetap pada posisi doanya. Ketakutan pasti ada, namun perasaan itu terkalahkan dengan doa-doa yang diucapkan dengan hati penuh ikhlas.Lantunan doa itu hampir selesai, dan lambat laut hujan pun mulai reda seiring dengan selesainya doa. Paijo menanggalkan kekuatiran dan pasrah kepada kehendak Allah, sehingga ia yakin bahwa semua akan  berjalan dengan baik.

Dalam keheningan selepas rosario itu, Paijo membayangkan apa yang pernah dikatakan Simbok pada Paijo saat situasi hampir mirip seperti malam ini.

            “Jo, Paijo. Manusia itu mempunyai keterbatasan. Manusia tidak bisa melawan alam, jadi manusia hanya bisa berharap kepada Allah melalui doa,” kenang Paijo akan ungkapan Simbok kala itu.

            “Iya, Mbok, Simbok,” Sahut Paijo

            “Jo, Paijo. Kamu sebagai anak laki-laki mesti kuat menghadapi segala cobaan di dunia ini. Ingat bagaimana para murid menghadapi badai itu. Mereka tidak mampu mengandalkan kekuatannya sendiri. Mereka telah berjuang mengendalikan sekuat tenaga, namun tidak mampu mengatasinya. Inilah kesalahan para murid, yaitu hanya mengandalkan kekuatan sendiri. Mereka lupa bahwa ada Yesus bersamanya,” kenang Paijo atas nasehat Simbok.

            “Iya mbok, saya berusaha,” sahut Paijo.

            “Jo, Paijo. Orang beriman itu mesti dua  hal yang terus dibina, percaya dan jangan takut. Ini sering kali menjadi kendala bagi orang beriman, susah percaya dan takut menghadapi kehidupan. Para murid itu merupakan gambaran hidupmu juga Jo, Paijo. Ketika manusia menghadapi sebuah keganasan alam, sering kali kita takut dan menjadi kurang percaya karena manusia panik. Simbok kan telah ngasih tahu kamu, saat ada situasi sebesar apapun hendaklah kamu tetap percaya kepada Allah. Jangan takut menyerukan nama-Nya dalam doa seperti para murid membangunkan Yesus. Itu gambaran bahwa manusia harus berani bersandar dan percaya kepada Allah, maka semua akan diselamatkan,” seru Simbok dalam bayangan Paijo.

            Ketika Paijo asik mendengarkan petuah Simbok dalam kenangan, tiba-tiba terdengar suara halilintar yang keras, sekalipun hujan mulai reda. Paijo pun kaget dan terjatuh dari kursi.

            “Waahhhh, Simbokkkkk datang,” seru Paijo spontan dan ia tersadarkan dari angannya.  

            Hujan dan petir yang kuat tadi menghantarkan lamunan Paijo terhenti.  Paijo baru menyadari bahwa ia jatuh dari kursi, tempat duduk yang  biasa  Paijo dan Simbok pakai ketika sedang berbincang-bincang. Petir itu juga menyadarkan Paijo untuk selalu menjalani hidup dengan tidak takut. Kuncinya pasrah pada kehendak Allah dan ikhlas menerima realitas kehidupan di dunia ini. Itulah kunci kehidupan yang senantiasa diingat Paijo.

            “Joooo, Paijooo. Suruh tidak takut, dengar bunyi petir masih takut, jatuh dari kursi lagi heeee,” Seru Paijo seraya meringis menahan sakit jatuh dari kursi.

            “Joooo, Paijo, jangan takut ya, hidup harus dihadapi dengan nyali kuat dan tentu pasrah pada kehendak Allah. Setidaknya berusaha tidak taku ya, Jo, Paijo.” seru Paijo menghibur diri.

Penulis: RD Nikasius Jatmiko | Editor: Bernadus Wijayaka

Leave a Reply

Top