Anda di sini
Beranda > Mutiara Biblika > Ego Sum Pastor Bonus

Ego Sum Pastor Bonus

Loading

Yohanes “10:11 Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya

Kehidupan tidak selamanya ada dalam situasi susah atau gembira. Hidup selalu diwarnai dua sisi yang silih berganti, artinya di dalam kebaikan tersirat pula kejahatan, dalam kematian tersirat kehidupan, atau dalam kedamaian tersirat peperangan. Artinya rantai kehidupan itu mengisyaratkan kematian, sekaligus menghidupkan. Kematian satu menumbuhkan kehidupan yang lain. Demikianlah kehidupan manusia selalu berputar dan berkisar dalam situasi itu.  Semua berputar ada waktunya dan Allah selalu ada dalam hitungan waktu itu. 

Perputaran waktu itu senantiasa memberikan tanda kepada setiap insan untuk ambil bagian di dalamnya. Manusia diberi kuasa lebih luas menentukan cara hidup, keluasan membentangkan hidup ini menjadi peluang lebih terbuka.

Manusia mempunyai kuasa lebih tinggi dari semua makhluk ciptaan Allah, hal itu tertera dalam Kejadian 1:28, “Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” Nas ini memberikan gambaran betapa manusia mendapat sebuah kuasa yang tinggi di muka bumi ini.

Kuasa menjadi sebuah potensi manusia untuk membangun kehidupan lebih baik, tetapi kuasa bisa menjadi bumerang bagi tiap orang yang menyalahgunakannya. Hancurnya bumi itu bukan semata-mata karena Allah murka kepada manusia, tetapi dampak dari keserakahan manusia mengatasnamakan kuasa itu. Ada kesalahan konsep yang manusia terima, manusia memahami bahwa berkuasa dan menaklukkan itu disamakan dengan menghancurkan. Padahal nas itu merujuk tiap manusia untuk mengolah bumi ini. Analoginya, ketika manusia sedang panen raya, hasil panen itu tidak semua dimasak sekaligus. Namun, dimasak sesuai kebutuhan. Demikian juga bumi itu diolah demi kebutuhan manusia secukupnya, bukan dihancurkan. Hilangnya flora dan fauna dari habitatnya terjadi karena manusia merusak dan membunuhnya, sehingga manusia kehilangan jejak akan kekayaan alam ini. Tugas manusia adalah merawat bumi sebagai rumah bersama dengan arif.

Pagi itu hujan sudah mulai reda dan kampung sudah mulai menghijau kembali. Alam tampaknya ikut menyambut kegembiraan hari ini. Bumi terlihat damai karena tetumbuhan pada bersemi, sawah mulai menguning  berarti para petani siap panen raya. Burung-burung pun ikut menyambut dengan berkicau dan berhamburan di tengah sawah silih berganti. Para petani pun tersenyum lebar memandang padi di sawah yang siap dipanen itu. Manusia diberi kuasa dan akal budi untuk mengolah bumi dan inilah hasil dari kuasa itu benar dijalankan. Kehidupan semua serasi, tidak terjadi perselisihan dan semua saling menghormati satu dengan yang lain. Hal itu terlihat tegur sapa setiap kali ketemu di jalan sekalipun beda keyakinan. Ini menjadi pemandangan alami yang harus dirawat seperti manusia merawat tanaman padi. Merawat ini berarti menjalankan niat kebaikan untuk semua di bumi demi kehidupan bersama. Bumi adalah rumah tinggal bersama yang senantiasa harus dirawat dengan baik, tanpa menyalahgunakan kuasa.

Yesus pun mengajarkan untuk merawat bumi ini dengan cara menjadi gembala yang baik. Gembala yang senantiasa menjadi kawanan dan tidak merusak tanaman. Artinya gembala harus mampu menjaga tatanan hidup bersama.

Hari itu, Paijo sangat semangat membawa kambing-kambingnya ke padang rumput yang mulai menghijau. Hamparan rumput itu menjadi sebuah rumah bagi kambing-kambing untuk memuaskan diri dalam habitatnya. Suara embekan kambing-kambing itu seperti mengucapkan terima kasih kepada Paijo yang telah melepaskannya ke padang yang luas. Sementara kambing-kambing asyik makan rumput, Paijo pun duduk di bawah pohon besar. Cuacanya sangat mendukung,  Paijo pun duduk untuk berteduh di bawah pohon besar  sambil memainkan seruling bambu buatan sendiri. Suara seruling yang fals tidak mengurangi Paijo untuk memainkannya.

Suara itu seakan menghantarkan pada suasana kampung yang sangat nyaman, indah, dan damai. Di seberang padang itu ada sumber mata air yang dipakai banyak orang untuk aktivitas sehari-hari. Banyak orang kampung mengambil air, mencuci, dan kadang bermain di sumber air itu. Sebuah pemandangan yang sangat bagus dan serasi, juga di dekat padang itu banyak tanaman sayuran petani yang menghijau.

Dalam kesendirian di bawah pohon itu, Paijo pun tertidur. Angin menambah suasana menjadi nyaman untuk tidur. Paijo tertidur dengan nyenyak  bersandarkan pohon itu. Keindahan kampung itu mengantarkan Paijo dalam mimpinya.

Jo, Paijo,” Sapa orang tua berambut putih.

Oh, iya, kek,” jawab Paijo sambil mengingat-ngingat siapa kakek ini

Maaf kek, kakek itu siapa?” Tanya Paijo.

Heeeeee, dah ini ada singkong rebus, ayo makan dulu,” jawab kakek tanpa menyebut namanya. Paijo begitu bahagia mendapat singkong itu, sehingga lupa akan pertanyaannya.

Wahhhhh, enak, juga ya kek, maklum dari pagi belum makan,” sahut Paijo dengan riang.

Jo, Paijo. Menjadi gembala itu tugas mulia. Kamu telah mengantarkan kambing-kambingmu ke tempat yang tepat, dan kambing-kambingmu bersukaria karena kamu antarkan di padang yang penuh dengan rumput,” seru kakek.

Iya, kek, ini dah menjadi  tugas saya sehari-hari,” jawab Paijo sambil mengunyah singkong itu.

Jo, Paijo, benar Jo, Paijo. Menggembalakan kambing itu harus sesuai dengan tempatnya. Jangan sampai kambing-kambing itu memakan tanaman orang, sehingga merusak. Kambing-kambing itu harus makan rumput di padang,” sahut kakek.

Siap kek, Paijo akan menggembalakan sesuai dengan aturan,” sahut Paijo.

Jo, Paijo. Gembala yang baik itu harus selalu memperhatikan kambing-kambingnya, jangan sampai kambing-kambingnya ada di luar pengawasanmu. Ini sama dengan kehidupan, yakni harus selalu bersama dan menghargai. Selama kita ada pada tempatnya maka kehidupan serasi dan aman, sebaliknya ketika hidup kita tidak disiplin maka akan terjadi pergolakan. Manusia akan saling menyalahkan dan terjadi kekacauan, oleh karena ini perlu pemimpin yang mampu menempatkan sesuai dengan fungsinya,” kata kakek itu dengan penuh kelembutan.

Jadi Jo, Paijo. Kamu mesti jadi gembala yang baik, jangan sampai kambing-kambingmu merusak tanaman orang. Gembala yang baik senantiasa harus berjaga-jaga, manakala kambing dalam ancaman. Demikian juga hidup di masyarakat harus menjadi pemimpin yang baik, yakni selalu menghormati dan menghargai orang lain. Kamu harus menjaga perasaan orang lain, menjaga diri, dan harus memberi contoh hidup yang baik. Paling penting harus mau membantu orang yang susah,” seru kakek.

Nasihat kakek itu telah membius Paijo, sehingga Paijo terdiam dan tidak bisa menjawab apa-apa. Paijo hanya bisa mendengarkan sambil mengunyah singkong tadi. Kakek itu terus memberi wejangan untuk menjadi gembala yang baik.

Embekkkk-embbekkkk,” suara kambing itu membangunkan Paijo.

Ahhhhh, semprul, saya tertidur lagi,” seru Paijo sambil cengar cengir tertawa sendiri karena dia sendirian. Sementara kakek yang menasihati tadi hanya ada dalam mimpinya.

Kambing-kambing itu berlarian karena dikejar-kejar petani setelah makan tanaman petani di ladang samping padang rumput itu. Saat Paijo tertidur pulas, petani itu mengusir dengan cara melempari dengan batu kecil, kambing-kambing itu pun lari ketakutan dan melewati Paijo yang sedang tertidur. Bahkan ada kambing yang menginjak kaki Paijo sehingga ia pun terbangun dan segera membawa kambing-kambingnya pulang.

Duhhhhhh, baru dinasihati jadi gembala yang baik, Ehhhh kambing-kambing pada makan tanaman orang, ternyata susah jadi gembala yang baik,” keluh Paijo sambil lari mengikuti kambing-kambingnya yang pulang.

Ahhhhhh,” Paijo kaget, serulingnya pecah seperti habis digigit. Ternyata ketika Paijo  ngimpi makan singkong, yang digigit seruling bambunya.

Heeeeee, Jooooo, Paijoo. Seruling kok ya dikira singkong rebus.  Jo, Paijo berlatihlah jadi gembala yang baik Jo, Paijo. Jangan tidur dan mimpi terus,” seru Paijo dalam hati sambil terengah-engah karena lari mengikuti kambing-kambingnya.

Penulis: RD Nikasius Jatmiko | Editor: Bernadus Wijayaka

Leave a Reply

Top