Desember merupakan nama bulan dipenghujung tahun yang paling ditunggu-tunggu terutama oleh kita umat Kristiani. Peringatan kelahiran Yesus Sang Juru Selamat di setiap tahunnya selalu berhasil memberikan harapan baru bagi kita.
Natal tahun ini mungkin akan menjadi salah satu perayaan paling sendu sepanjang sejarah. Pandemi Covid-19 yang kita harapkan segera teratasi, setidaknya hari ini masih bertengger kokoh di muka bumi terutama tanah air. Tenaga kesehatan masih sibuk mengurus ribuan pasien, jumlah kasus positif dan angka kematian akibat Covid-19 masih bertambah seakan enggan berhenti. Berbagai protokol kesehatan seperti mencuci tangan, jaga jarak, dan menggunakan masker masih ketat dilaksanakan. Sektor seperti ekonomi dan pendidikan juga masih melakukan sebagian besar aktivitasnya di rumah saja.
Lantas apa yang harus kita lakukan? bahkan di bulan yang harusnya penuh harapan ini seakan-akan kita kehilangan harapan.
Gereja kita tercinta yang biasanya sudah riuh akan segala persiapan tentang Natal saat ini masih sunyi senyap. Tidak ada pembentukan panitia yang bertanggung jawab akan berlangsungnya perayaan Natal. Tidak ada sibuknya para petugas gereja yang berlatih dari siang terik hingga malam suntuk. Tidak ada hangatnya ribuan umat yang memadati gereja dengan raut wajah bahagia.
Akankah cantiknya kerlap kerlip lampu Natal masih terasa sama tahun ini? Masihkah bulan yang katanya penuh keajaiban dan harapan ini memancarkan sinarnya?
Suasana lingkungan memang tak bisa berbohong, segala sesuatu yang bergulir setelah pandemi Covid-19 menyelimuti bumi terasa canggung dan salah. Tetapi langit siang masih berwarna biru cerah dan langit malam masih berwarna hitam pekat, gereja kita masih berdiri kokoh, dan iman yang kita miliki masih kita pegang teguh.
Mungkin Tuhan ingin memberikan pesan, walau badai menerjang silih berganti tanpa ada ampunnya, Dia masih setia memeluk kita. Memang benar adanya tahun ini merupakan tahun yang sangat pelik sehingga ingin segera kita lewati dan lupakan. Namun kita harus ingat bahwa Tuhan mengizinkan segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini bukan tanpa alasan.
Lagi-lagi kita harus berkompromi harus mengalah pada keadaan saat ini. Menekan ego yang kita miliki sebagai manusia demi kepentingan bersama. Memang kita tidak bisa merayakan Natal dengan berbagai kebiasaan yang sudah dijalani selama bertahun-tahun, meriah dengan segala kerlap kerlipnya. Tetapi Yesus pun lahir pada malam kudus yang sunyi senyap kan? Biarlah tahun ini kira merayakannya dalam sunyi dan senyap.
Tuhan akan tetap lahir dengan atau tanpa perayaan megah, dengan atau tanpa keadaan yang kondusif. Kita semua tau bahwa Tuhan sang Juru Selamat bahkan lahir di kandang domba di atas palungan, sebuah tempat yang sebenarnya tidak layak untuk dijadikan tempat bersalin apalagi untuk Sang Juru Selamat.
Natal di tengah pandemi memang keadaan yang membiru sendu. Tetapi yakinlah Natal tidak kehilangan maknanya dan akan selalu mendapatkan tempat terbaik di hati umatnya.
(Agnes Marilyn/AJ)