Anda di sini
Beranda > Mutiara Biblika > Christus Natus Est

Christus Natus Est

Loading

Lukas 2:10 “Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: 2:11 Hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.”

            Desember telah datang, natalpun akan tiba. Namun, terlihat orang-orang dan toko-toko tidak semarak menjajakan ornaman natal dengan meriah seperti biasanya. Geliat orang-orang menampilkan sebuah kegembiraanpun juga runyam, suasana lagi tidak semarak seperti tahun lalu. Kegembiraan tahun ini nampaknya tidak bisa dirasakan dengan kemeriahan pesta. Pesta tahun ini seperti hambar, ibarat ulang tahun tanpa kue tar yang siap dipotong bersama-sama dengan diiringi nyanyian Happy birthday. Desember ini diwarnai kecemasan yang mungkin belum kunjung padam. Banyak hal harus ditaati untuk menjalankan suasana natal. Aturan demi aturan dikeluarkan untuk mengurangi rasa ketakutan yang terus menghantui setiap orang, bahkan ke Gereja pun penuh ketakutan.

            Dunia sedang terselimutkan mendung yang menutupi sinar matahari. Semua makhluk merindukan sinar itu, namun tidak kunjung datang. Kehanggatan mulai berkurang dan yang banyak orang  berselimutkan diri. Ini bisa menjadi  simbol menutup diri dari ketakutan. Katak-katakpun ikut menyembunyikan suaranya yang merdu sahut menyahut untuk menyambut Desember tiba. Semua menjadi sunyi, hening, dan tanpa kata. Simbok, Paijo, dan kambing pun ada dalam kesunyian. Mereka berharap kegembiraan natal ini tidak hilang, setidaknya ada harapan ketemu teman-teman untuk merayakan kegembiraan bersama.

            Dalam kesunyian itu, Paijo membawa kambing-kambingnya ke ladang. Bahkan kambing itu sepertinya tahu bahwa Paijo lesu dan tidak bergairah menatap Desember yang kelabu. Kambingnya pun satu persatu keluar dari kandang dan menuju padang tanpa mengembik seperti biasanya. Sesampai di tempat, kambing mencari rumput tanpa memperdulikan Paijo. Kambing-kambing itu seakan paham hati Paijo dan Simbok yang sedang galau, “cie cie,” istilah anak alay zaman sekarang. Dalam kesunyian itu, Paijo hanya bisa bersandar di pondok, tempat biasa Paijo duduk ketika melepas kambing-kambingnya. Di tempat itu, Paijo juga tidak melihat teman-temannya yang biasa mengembalakan kambing. Rasanya semua sedang dirundung duka yang berkelanjutan, hingga keluar rumahpun tidak bisa, termasuk tidak pada berani mengembalakan domba.

            Saat kambing-kambing asik merumput Paijo rebahan dan tertidur di gubuk tempat ia biasa berteduh. Namun karena cuaca tidak begitu panas, kaki Paijo menjulur ke luar gubuk, hanya kepala dan badannya ada di dalam gubuk. Paijo tertidur nyenyak dan dibawa ke angan-angan Desember yang penuh kegembiraan. Maka di tempat itulah Paijo mimpi merayakan natal bersama-sama dengan teman-temannya. Dalam mimpi itu natal begitu meriah dan selepas natal itupun mereka bersendau gurau seraya makan dan minum ala kampung. Mereka saling membagi salam seraya makan minuman yang dibawa dari rumah dari para dermawan. Kegembiraan itu terlihat dalam suasana yang begitu menyenangkan.

            “Jo, Paijo, selamat natal ya,” seru Menik dari belakang yang juga hadir di perayaan itu, seraya menepuk pundak Paijo.

            “Ahhhhh, Menik, terima kasih, met natal pula. Dari tadi saya mencarimu,” seru Paijo dengan nada riang sekali.

            “Hmmmm, Hmmmmm, dah mojok berdua, aku dilupain,” seru Yanti bercanda menggoda Menik dan Paijo.

            “Ehhhh Yanti, met natal juga,” seru Menik dan Paijo serentak.

            “Cieeeee, cieeeee, serentak bingit, heeeeee. Iya met natal juga Menik dan Paijo,” seru Yanti seraya berjabat tangan.

            “Ya kita patut bergembira, natal telah tiba saat Kristus lahir (Christus natus est) di dunia, dan seluruh dunia ikut bergembira merayakan peristiwa agung ini. Lihat para gembalapun yang tadinya sedih, takut, dan tidak mau beranjak dari tempatnya, telah dituntun malaikat untuk ikut bergembira. Semua itu adalah bentuk panggilan bagi kita semua, terutama orang kecil seperti gembala itu,” jelas Paijo.

            “Wahhhh, berarti bacaan tadi cocok untuk kamu Jo, Paijo. Kamu kan seorang gembala kambing, heeeee,” ledek Menik sambil ketawa diikuti ketawa Yanti.

            “Heeeeee, iya” sahut Paijo sambil malu tersipu.

            “Natal itu bukan sekadar pesta makan dan minum, tetapi juga merayakan sebuah anugerah kehidupan kita, sebab kita juga pernah dilahirkan,” celetuk Yanti.

            “Wuihhhhh, hebat juga idemu,” gantian Paijo menyela.

            “Iya donkkkkk,” jawab yanti sedikit puas.

            “Iyaaaa, betul. Kita sebetulnya merayakan kehidupan kita pula. Artinya kelahiran Kristus memberikan kebahagiaan, seharusnya kitapun harus saling memberikan kebahagiaan kepada sesama sekecil apapun,” sahut Menik ikut nimbrung.

            “Setuju, seperti hari ini selepas misa kita saling memberikan kebahagiaan dengan membagikan makanan dan minuman ala kampung. Bukan kue, bukan pasta, bukan pula makanan ala kota, namun sekadar makanan rebusan ala kampung telah membuat kita bisa berbahagia bersama. Ini mesti dilanjutkan agar spiritualitas membagi selalu diteruskan,” seru Paijo.

            “Cie, cieeeee, bahasamu dah mirip romo Jo, Paijo. Pakai istilah Spiritualitas,” heeee ledek Yanti lagi.

            “Sekali-kali, biar terlihat pinter di depan kalian, heeee,” sahut Paijo asal jawab.

            “Iya, tradisi membagi itu harus selalu dilanjutkan. Tujuannya membuat orang lain bahagia, tersapa, ada harapan, dan paling penting kita menjadi banyak saudara,” seru Paijo.

            “Siap Jo, PaijoJadi kelahiran harus memberikan harapan kebahagiaan bagi sesama apalagi hari ini merayakan kelahiran juru selamat,” seru Menik.

            “Nah ini saya setuju bingit,” sela Yanti.

            Dalam kegembiraan dan sendau gurau itu, air minum Yanti tumpah kena kaki Paijo. “Upppp, maafff,” seru Yanti sangking gembiranya bisa bercanda dengan teman-teman lamanya. Saat air mengenai kaki, Paijo terbangun dengan kaget, karena air tumpahan itu bukan dari minuman Yanti, tetapi kambingnya kencing  mengenai kaki Paijo.

            “Ahhhhhh semprul, ternyata bukan air minumnya Yanti. Dasar kambing kurang terdidik ngencingi kakiku,” seru Paijo seraya bangun dari tidurnya. Paijo semakin kaget mengetahui dirinya masih sendiri di ladang itu dan hari telah sore saatnya membawa kambingnya pulang.

            “Jo, Paijo, gembala yang harus mendapat kegembiraan natal, ehhhhh, malah dikencingin kambing,” seru Paijo dalam hati sambil meninggalkan gubuk itu.

            “Met natal, Yanti, Menik, terima kasih tumpahan airnya yang diwakili kambingku, heeeee,” seru Paijo sambil nyengir tersipu malu.

2 thoughts on “Christus Natus Est

Leave a Reply

Top