Tak akan tumbuh rasa cinta tanpa kepedulian. Tak akan hadir kepedulian tanpa perhatian. Setiap manusia siapa pun ia, berhak untuk dicintai, karena dengan dicintai ia akan mampu mencintai sesama. Prinsip pelayanan itulah yang dipegang teguh Maria Rosa Tirtahadi (54) dalam menolong sesama yang terlantar, tersisih, dan tak diperhatikan. Sejak 22 tahun lalu hingga saat ini mantan biarawati ini konsisten menolong bayi-bayi yang tak diinginkan oleh orangtuanya. Bayi-bayi itu ada yang ditemukan teronggok begitu saja, ada yang diantar ke pantinya, ada pula yang gagal diaborsi. Rosa menampung bayi-bayi malang itu dalam pantinya, mendidiknya, membesarkannya dengan penuh kasih, dan memenuhi kebutuhan hidup mereka termasuk biaya pendidikan. “Semua manusia berhak dicintai dan mencintai, begitu pun dengan bayi-bayi yang berada di Panti Awam Bina Amal Sejati (ABAS) ini, mereka juga berhak mendapatkan kasih sayang dan masa depan yang baik,” kata Rosa saat peringatan HUT ABAS ke-22, Jumat (11/3).
Bukan tanpa alasan ia mendirikan yayasan yang awalnya dimodalinya sendiri. Bermula dari lahan sempit dan dana seadanya dari kantong pribadi pada 1994, Panti ABAS kini berkembang dan memiliki lahan yang cukup luas di kawasan Tonjong, Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tak hanya bayi-bayi yang ditampungnya, para lansia juga mendapatkan tempat. Dan semuanya cuma-cuma. “Makin hari makin banyak orang yang melihat karya ABAS. Selalu ada uluran tangan dari para donatur untuk membantu kami, namun yang juga penting adalah perhatian mereka saat berkunjung menyapa penghuni panti,” timpalnya.
Ihwal karya pelayanannya, Rosa membuka kisah, seorang biarawati asal Belanda yakni Suster Rina Ruigrok kala itu justru memintanya keluar dari biara. “Rosa, kamu akan lebih mampu melayani ketika kamu berada di luar biara dan berkarya di panti ini sesuai panggilanmu,” kata Suster Rina. Melalui Suster Rina lah, Rosa banyak mendapat bimbingan bagaimana mendirikan panti dan menjalin relasi dengan mereka yang menaruh perhatian pada karya pelayanannya. Persahabatan Rosa-Rina terus berjalan hingga Suster Rina wafat di Belanda belasan tahun lalu. Suster Rina tetap membiara hingga akhir hayat. Kini karya Maria Rosa sudah dikenal luas. Ucapan Suster Rina pun terbukti bahwa di tangan Rosa, ABAS akan berkembang.
Uskup Bogor Mgr Paskalis Bruno Syukur OFM menyatakan, karya-karya ABAS sangat dibutuhkan bukan hanya oleh gereja, tapi juga oleh kalangan mana pun. “Panti ABAS membuka diri dalam menolong sesama, tidak membedakan latar belakang orang yang ditolongnya. Itu menunjukkan wajah kerahiman Allah,” katanya. Semua manusia, kata Monsinyur, layak mendapatkan perhatian dan kerahiman.
(Jam)