Dunia seakan tersentak saat beredar berita penyerangan teroris di sebuah panti wredha Aden, Yaman, 4 Maret lalu. Serangan yang dilakukan pagi hari itu menewaskan 16 orang serta menculik seorang Pastor Selesian, Thomas Uzhunnalil. Empat orang dari korban tewas merupakan biarawati Kongregasi Misionaris Cinta Kasih (MC), sementara korban lainnya adalah pekerja sosial setempat.
Korban Ketidakpedulian Dunia
Serangan yang terjadi saat para pengelola selesai menyiapkan sarapan bagi penghuni panti itu, membuat Paus Fransiskus mengecam keras tindakan brutal yang disebutnya sebagai “aksi tidak berperikemanusiaan dan kekerasan yang kejam”. Dalam homilinya, Paus menyampaikan keprihatinannya pada kekejian yang menimpa saudari dari kongregasi yang didirikan oleh Bunda Teresa tersebut. Bapa Suci menyatakan bahwa para suster adalah martir di zaman modern. “Mereka mati bukan hanya karena serangan para teroris, namun juga karena ketidakpedulian yang mendunia,” ungkapnya.
Bapa Suci menyebut kejadian di Yaman sebagai akibat ketidakpedulian dunia karena ia melihat bahwa pertikaian bersenjata telah menjadi hal lumrah didapati di Yaman. Masyarakat global seakan tidak peduli dan berpaling dari bencana kemanusiaan yang tengah terjadi di negara miskin tersebut. Paus juga berharap kebrutalan yang menimpa para biarawati itu menjadi titik balik umat manusia untuk mencari jalan perdamaian melalui dialog.
Bertahan untuk Melayani
Para suster yang tewas dibunuh telah diidentifikasi sebagai Suster Anselma, dari India, Suster Margretta dan Suster Redinette dari Rwanda, dan Suster Judith dari Kenya. “Nama mereka mungkin tidak muncul di sampul surat kabar, namun darah mereka telah tertumpah bagi Gereja,” ungkap Paus. Juru bicara Kongregasi Misionaris Cinta Kasih, Sunita Kumar menyampaikan keterkejutannya di Kalkuta. Para suster di pusat Kongregasi MC tetap berdoa bagi para suster yang tewas dan bekerja di daerah berbahaya lainnya. Menurutnya, para biarawati yang terbunuh di Yaman telah dihimbau untuk pulang sejak pecah perang sipil di Yaman setahun silam. Akan tetapi mereka bersikeras bertahan di negara mayoritas muslim itu untuk melayani kaum papa. Hingga berita ini diturunkan, belum ada satu pihak pun mengaku bertanggung jawab.
Tragedi berdarah tersebut sebenarnya bukan kali pertama menimpa biarawati MC. Jauh sebelumnya pada tahun 1998, tiga orang biarawati tewas dibunuh di Kota Hodeida oleh sejumlah penyerang bersenjata. Bunda Teresa membuka misinya di tanah yang kerap terkoyak karena perang sipil tersebut pada tahun 1973. Untuk membantu karyanya, Kongregasi MC dibantu oleh sejumlah imam Selesian. Panti wredha di Aden sendiri dibangun pada tahun 1992. Sejak pecah perang sipil di Yaman 2015 silam, PBB mencatat setidaknya terdapat 21 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, 6 ribu jiwa tewas, dan 2,4 juta orang harus mengungsi. Akankah angka-angka ini terus bertambah karena krisis ketidakpedulian?
(Ari Sudana)