Anda di sini
Beranda > Seputar Paroki > Kamis Putih, Dilema Melayani atau Dilayani

Kamis Putih, Dilema Melayani atau Dilayani

Loading

[KATEDRAL] Perayaan Kamis Putih mengawali rangkaian Tri Hari Suci di mana umat Katolik merenungkan peristiwa perjamuan terakhir Yesus dengan muridNya. Pada peristiwa ini Yesus membasuh kaki para murid, sebuah gestur melayani yang sarat akan makna. Manusia tentu akan lebih senang jika dilayani tetapi Yesus menjadi antitesis melalui peristiwa Kamis Putih.

Ribuan orang ingin belajar dari Yesus menjadi pelayan yang sejati. Hal ini tampak jelas pada misa pertama dan kedua, lebih dari 3.000 umat memenuhi Gereja BMV Katedral Bogor untuk mengikuti perayaan penuh iman itu pada Kamis (6/4). Antusiasme umat yang tinggi tampak dari penuhnya kursi-kursi di dalam gereja, dua jam sebelum perayaan ekaristi dimulai.

Perayaan pertama pukul 17.00 dipimpin oleh Pastor Paroki BMV Katedral RD Paulus Haruna dengan konselebran RD Markus Lukas dan RP Henry. Lagu Selayaknya Kita Berbangga yang dilantunkan secara khidmat mengiringi perarakan menuju altar.

Perayaan Kamis Putih identik dengan prosesi pembasuhan kaki sebagai lambang Yesus yang membasuh kaki kedua belas muridNya. “Pembasuhan kaki memperlihatkan kita akan kesederhanaan dan pemberian diri Yesus yang tulus kepada para murid. Yesus datang ke dunia bukan untuk dilayani, melainkan melayani,” ujar Romo Haruna dalam homilinya.

Persembahan untuk Keselamatan

Lebih lanjut Romo Haruna menerangkan, peristiwa perjamuan terakhir mengajarkan arti memberikan persembahan yang terbaik. “Ia mempersembahkan hal berharga dan tiada tara yakni tubuh dan darahNya demi keselamatan kita. Hal ini menjadi renungan bagi kita semua, bagaimana memberikan yang terbaik kepada Tuhan dan sesama?” ujarnya.

Pencipta lagu Mars BMV itu menyampaikan, tidak mudah memberikan sesuatu yang berharga kepada sesama. “Kita cenderung menjadi pribadi yang MP3K: medit, pelit, kikir, koret, dan kebangetan. Kita lebih sering berharap diberi daripada memberi,” tuturnya.

Menutup homilinya, Romo Haruna mengajak umat memberikan dan mempersembahkan diri kepada Tuhan. Berkaca dari kisah perjamuan terakhir, Ia menyampaikan pertanyaan reflektif kepada umat. “Sudahkah kita mempersembahkan hal yang terbaik bagi Tuhan dan sesama?” tanyanya.

Pemindahan sakramen mahakudus pada misa kedua Kamis Putih di Gereja Katedral Bogor. Foto: Alfonsus Fitzyolan

Berjalan Bersama Yesus

Tak kalah meriah dengan misa Kamis Putih pertama, misa kedua yang dimulai pukul 20.00 WIB ribuan umat. Misa dipimpin oleh Vikaris Paroki BMV Katedral Bogor RD Alfonsus Sombolinggi dan konselebran Rektor Seminari Menengah Stella Maris RD Agustinus Nanang. Gemerlapnya malam dengan iringan lagu yang merdu membuat suasana semakin nirmala.

Dalam homilinya Rektor Seminari Menengah Stella Maris menyampaikan, rasul pada dasarnya adalah orang yang dipilih Tuhan untuk mengikuti perjalanan Tuhan. “Kita hadir disini sebagai rasul, sebagai orang-orang terpilih karena pada dasarnya rasul adalah orang-orang yang dipilih Tuhan untuk mengikuti bagaimana perjalanan Tuhan,” pintanya.

Lebih lanjut Romo Nanang menyampaikan Yesus sebagai Guru berani menghilangkan batas antara guru dan murid. “Dalam peristiwa pembasuhan kaki, Yesus hadir sebagai guru untuk membasuh kaki para muridnya. Dalam ritus ini Tuhan Yesus hendak menghilangkan batas antara guru dan murid,” jelasnya.

Ketika hadir di sini sebagai rasul kita semua sama dihadapan Yesus. ”Tidak ada yang merasa benar, tidak ada yang merasa suci, dan tidak ada yang lebih  terhormat karena di hadapan Tuhan semua sama serta bersaudara,” jelas Romo Nanang.

Rekonsiliasi Konflik

Mengakhiri homilinya Romo Nanang mengajak seluruh umat untuk saling mengasihi satu sama lain dan  membangun rekonsiliasi dan menyelesaikan konflik. “Pada malam ini kita diajak untuk menyelesaikan masalah dengan orang-orang yang menyakiti kita. Pada Kamis Putih ini kita diajak untuk membangun rekonsiliasi dan menyelesaikan konflik kita bukan hanya dengan orang lain tetapi juga dengan Tuhan dan  dengan diri atau batin kita sendiri,” tukasnya.

Misa tidak ditutup dengan berkat seperti biasanya melainkan pemindahan sakramen mahakudus. Sebelum ibadat tuguran seluruh dekorasi altar, peralatan perayaan ekaristi dibereskan, bahkan bangku imam serta uskup diputar balikan sebagai tanda Yesus yang telah wafat. Malam ini ditutup dengan keheningan seakan-akan duka meliputi raga.

Penulis: Ignatio Alfonsus, Vinsensius Jumur | Editor: Agnes Marilyn

Leave a Reply

Top