Anda di sini
Beranda > Sajian Utama > Cinta Sejati Saling Memberi

Cinta Sejati Saling Memberi

Loading

Seks di luar pernikahan saat ini menjadi masalah serius yang dialami oleh kaum muda di banyak Negara, termasuk Indonesia. Menurut survei Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) pada Oktober 2013 menyatakan lebih dari 60% remaja di Indonesia pernah melakukan hubungan intim atau seks pra-nikah. Jika dilakukan survei saat ini, tentu jumlahnya akan jauh meningkat, melihat akses internet negatif kepada konten berbau pornografi semakin mudah didapatkan.

Hal tersebut menjadi keprihatianan banyak orang termasuk Persekutuan Doa Pembaruan Karismatik Katolik (PDPKK) St. Theresia. Mereka baru-baru ini menggelar seminar bertajuk “True Love: Sex, Sin or Holy?” di aula Gereja St. Fransiskus Asisi Sukasari, Sabtu (27/1). Seminari ini menghadirkan Elvindes Kapitsa seorang pewarta muda dari Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) yang telah menamatkan studinya berkaitan dengan teologi tubuh. Kepada sekitar 100 orang dari berbagai jenjang usia, Elvindes menjelaskan pandangan gereja berkaitan dengan seks dan berbagai masalahnya.

Panggilan Dasar Manusia

Mendiang Paus Yohanes Paulus II memiliki konsentrasi khusus pada teologi tubuh, ia merasa umat perlu tahu nilai-nilai yang diberikan Allah pada tubuh seorang manusia. Buktinya, sejak 5 September 1979 sampai 28 November 1984 setiap Rabu dalam audiensinya Yohanes Paulus mengajarkan teologi tubuh, selama 5 tahun Ia konsisten memberikan katakese kepada umat.

Paus yang dikanonisasi menjadi santo pada 2011 ini pernah menyatakan bahwa tubuh adalah salah satu ungkapan cinta Allah kepada manusia oleh karenanya manusia harus menjaga ungkapan ilahi tersebut dalam setiap tindakannya.

Pada dasarnya manusia dibagi menjadi 3 panggilan dasar yakni manusia asali, manusia historis, dan manusia eskatologis atau akhir zaman. Elvindes fokus kepada pemaparan manusia asali dan historis. Manusia asali adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah yakni Adam dan Hawa, awalnya suci tanpa dosa. Sedangkan manusia historis adalah manusia masa kini yang telah menjadi anak dan cucu Adam, mereka menanggung dosa asal. “Manusia historis tidak bisa menjadi manusia asali karena telah berdosa, namun kita sebagai manusia historis bisa mendekati manusia asali yang tanpa dosa itu,” paparnya.

Kehendak Allah terhadap Manusia

Manusia asali sendiri dibagi menjadi 3 yakni original solitude (kesendirian asali), Original Unity (kebersatuan asali), dan original nakedness (ketelanjangan adali). “Awalnya Allah menghendaki manusia untuk hidup sendiri menikmati kesendiriannya dengan alam. Jadi untuk para jomblo tidak usah takut, karena itu salah satu kehendak Allah,” kata Elvindes disambut gelak tawa peserta yang hadir.

Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan, dalam kitab Kejadian 2:8-15 jelas tertulis, setelah Allah menciptakan Adam, Dia tidak langsung menciptakan Hawa, melainkan menciptakan taman, pohon, dan sungai dahulu untuk dinikmati oleh Adam. Hal tersebut menujukan bahwa Allah ingin memberikan waktu kepada manusia untuk merasakan alamnya sebagai sahabat. “Allah juga ingin memberikan manusia cinta yang penuh, maka untuk para kaum single, nikmatilah kesendirianmu dengan Allah,” jelasnya.

Kemudian dalam Kejadian 2:23 mengatakan, “Lalu berkatalah manusia itu: Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.” Saat itulah kebersatuan asali terjadi, Allah menciptakan pasangan yang sepadan, seorang laki-laki dan perempuan dikehendaki hidup bersama menjadi bukti kebesaran Allah.

“Dan terakhir, saat mereka diciptakan, ketelanjangan asali telah terjadi, mereka telanjang tanpa malu. Mereka tahu kalau mereka telanjang tetapi tidak malu karena belum jatuh ke dalam dosa. Saat mereka memakan buah, pikiran mereka dipengaruhi oleh hal-hal negatif. Salah satunya adalah takut tubuhnya dimanfaatkan makanya mereka mencari pakaian. Cinta sejati yang telah digambarkan dengan saling memberikan tubuh untuk pasangannya hancur seketika,” papar Elvindes.

Seks, Dosa atau Suci?

Pada dasarnya seks itu suci, jika dilakukan dengan cara yang benar. Elvindes mengungkapkan beberapa syarat melakukan hubungan dengan suci. Pertama, sudah menikah secara sah dalam Gereja Katolik dan kedua, tidak dilakukan dengan paksaan. Dua hal tersebut menjadi landasan dasar hubungan seksual yang suci. Di luar itu dosa. “Seks di luar nikah tentu berdosa, tapi jika sudah menikah belum tentu suci. Karena jika hubungan intim dilakukan dengan paksaan artinya hawa nafsu yang bekerja bukan perasaan cinta lagi, bukan perasaan ingin memberi yang terbaik,” ungkapnya.

Sakramen pernikahan pun tidak utuh jika pasangan yang telah menikah belum melakukan hubungan seksual. “Seorang imam hanya memberkati, perkawinan yang telah dilaksanakan tentu sah, namun belum utuh jika pasangan tersebut tidak melakukan hubungan seksual. Sebelum itu terjadi perkawinan masih bisa dibatalkan. Sabda sudah menjadi daging, pernikahan adalah sabda dan seks adalah dagingnya,” tukas Elvindes.

Cinta sejati hanyalah tentang memberi, termasuk seks. Seks yang dilambangkan dengan daging juga merupakan keselamatan untuk manusia. Hal ini tertuang dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1015 yang berbunyi “Caro salutis est cardo-daging adalah poros keselamatan (tertulianus, res. 8,2). Kita percaya akan Allah, pencipta daging; kita percaya akan sabda, yang sudah menjadi daging, supaya menebus daging; kita percaya akan kebangkitan daging, di mana penciptaan dan penebusan daging disempurnakan.”

Di akhir acara, para peserta yang hadir diberikan kesempatan untuk hening dan merefleksikan diri. Para peserta kemudian didoakan oleh tim dari PDPKK St. Theresia untuk hidup yang lebih baik.

(John)

Leave a Reply

Top