(Lukas 6:27) “Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; (Lukas 6:28) mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.
Malam itu terasa sepi sekali, musim hujan masih menghiasi kampung kami. Bahkan siang malam tiada henti. Inilah hari yang selalu dinanti oleh petani untuk menanam sebab hujan menjadi sumber harapan sekaligus kadang bencana. Kita sering mendengar petani mengeluh biaya penanaman dan hasil yang diperoleh kurang seimbang, tetapi mereka tetap menanam karena tidak ada pilihan. Sekalipun demikian, petani itu terus menggarap dengan tiada mengeluh. Tampaknya mereka menikmati hidup itu, apalagi betapa senangnya mereka ketika padi mulai menghijau dan tumbuh subur. Raut muka semakin cerah manakala padi mulai menguning dan masa panen tiba. Ada sebuah kebanggaan terhadap usaha yang mereka buat selama ini menghasilkan.
Malam itu selepas makan, saya dan Simbok duduk di beranda rumah seraya menikmati hujan turun. Tetesan hujan itu memberikan suasana hanyut dalam keheningan, teringat masa kecil yang masih dipenuhi dengan kebersamaan. Di kejauhan terdengar suara katak yang silih berganti mengumandangkan senandung kebahagiaan atas anugerah hujan itu. Ibarat sebuah simfoni, suara katak itu saling mengisi dengan penuh irama. Kumpulan katak itu seakan menghibur kami berdua di beranda rumah. Demikian juga hujan serasa seperti musik dan suara katak ibarah sebuah nyanyian alam. Kami seperti pendengar konser alam yang terkesima karenanya.
Dalam keheningan itu, Simbok tanpa bersuara meninggalkan saya seorang diri. Namun tidak lama kemudian, Simbok datang membawa minuman hangat. Saat itu, Simbok tidak membuat teh hangat, tetapi membuat air jahe. Jahe ini pun diambil dari kebon sendiri, jadi tidak perlu beli ke pasar. Air jahe hangat dengan gula merah itu menemani kami berdua di beranda rumah.
“Jo, Paijo, ini ada minuman jahe, biar badan kita hangat jadi tidak mudah masuk angin,” kata Simbok kepada Paijo.
“Iya Mbok, terima kasih,” sahut Paijo
Paijo pun langsung minum air jahe panas itu dengan nikmat sekali. Seruputan itu terdengar sampai di telinga Simbok.
“Husssssss, minum sampai bunyi, gak sopan,” tegur Simbok.
“Heeeeeee, habis enak bingit Mbok,” seru Paijo dengan Bahasa Kids zaman Now.
“Mbok, Simbok. Allah itu memberikan alam ini untuk semua orang. Hujan juga diberikan kepada semua orang secara adil, juga panas terik itu diberikan secara merata, tetapi masih ada orang yang kurang menerima,” kata Paijo membuka pembicaraan.
“Jo, Paijo, maksudmu apa, Simbok tidak tahu,” jawab Simbok.
“Mbok, Simbok. Kemarin pas saya di sawah mencari rumput, saya melihat ada orang bertengkar hanya soal aliran air. Bahkan mereka pukul-pukulan. Herannya lagi, salah satu dari mereka kurang puas sehingga tananman mereka dirusak,” kata Paijo menjelaskan kejadian kemarin.
“Jo, Paijo. Kamu tertindak apa, melihat situasi itu?” tanya Simbok.
“Mbok, Simbok, saya hanya bisa diam. Saya tidak bisa melerai karena dikira ikut campur urusan mereka. Lagipula badan saya kalah besar dengan mereka Mbok,” jawab Paijo.
“Jo, Paijo. Setidaknya kamu harus ikut andil untuk melerai. Sekecil apa pun tindakanmu pasti akan ada gunanya,” sela Simbok.
“Iya, Mbok,” jawab Paijo pelan.
“Coba kamu bayangkan ketika itu terjadi dalam dirimu. Mereka hanya melihat kamu dan tidak menolong, bagaimna perasaanmu?” tanya Simbok
“Iya Mbok, saya pasti bisa tidak karuan,” jawab Paijo
“Jo, Paijo. Iri, dengki, tidak puas dan perasaan yang tidak mengenakan itu akan selalu ada dalam diri semua orang, termasuk kita. Tugas kita bagaimana semua itu jangan terjadi sehingga membuat perselisihan dengan orang lain. Bahkan satu keluarga saja bisa berselisih satu dengan lainnya, apalagi dengan orang lain,” seru Simbok.
“Apa yang perlu kita lakukan jika melihat situasi seperti itu atau terjadi pada kita?” tanya Paijo
“Jo, Paijo. Injil Lukas memberikan gambaran mulia kepada kita sekalipun itu tidak mudah kita jalankan. Mencintai dan mendoakan orang yang menyakiti kita, itu tidak gampang. Akan tetapi, Tuhan memberikan ajaran itu melalui injil Lukas” jelas Simbok.
“Mbok, Simbok. Kita sebagai manusia masih mempunyai rasa jengkel, rasa marah, rasa sedih dll. Masakan kita tidak boleh membalas jika dimaki-maki, dianiaya, dan dipermalukan?” tanya Paijo.
“Jo, Paijo membalas itu boleh, hanya membalasnya dengan cara mendoakan dan mencintai mereka yang menganiaya kita,” jawab Simbok.
“Iya, Mbok betapa berat ya jadi orang Katolik. Sudah menjalankan tugas dengan baik saja masih dimaki orang,” seru Paijo.
“Jo, Paijo. Coba kamu lihat buah-buah di kebon kita itu. Semua buah yang ada di kebun itu semata-mata bukan hanya untuk manusia. Namun, Tuhan juga memberikan kesempatan juga kepada kelelawar dan binatang lain untuk ikut ambil bagian panen, sekalipun tidak pernah menanam. Apakah kamu juga akan ikut marah pada kelelawar yang makan buah dari kebon kita?” Tanya Simbok.
“Iya Mbok, sekalipun kita marah sampai energi kita habis, kita tidak akan bisa menyadarkan kelelawar itu. Jadi kita harus berani menerima rezeki yang kita terima hari ini. Janganlah kita sampai berantem karena itu ya Mbok,” seru Paijo.
“Betul Jo, Paijo. Hidup itu jika seimbang kan menjadi harmoni. Bukankan alam memberikan pelajaran kepada kita malam ini. Alunan suara katak dan hujan ini serasi tanpa ada keirian, Semua saling melengkapi dan membutuhkan satu dengan yang lain. Demikian juga kita saling memberikan dan memahami sesama kita, namun jika mereka belum bisa menerima kita. Berdoalah bagi mereka. Janganlah rakus terhadap segala yang ada di sunia. Tuhan telah menakar sesuai hidup kita. Jadi berusahalah memahami orang lain jangan memaksa diri orang lain memahami kita,” seru Simbok sambil masuk ke rumah.
“Jo, Paijo. Hidup sudah susah jangan dibuat susah,” seru Paijo sambil masuk ke rumah dan menutup pintu.
“Mettttt tidur Jo, Paijo. Semoga mimpi ketemu Menik dan Yanti. Jangan mimpi berantem di sawahhhhhh,” ledek Simbok seraya masuk kamar.
“Ahhhhhh Simbok, Gedubrak,” suara Paijo nabrak meja.
“Jo, Paijo. Mau menyalahkan dan memarai meja, heeeeeeeeee,” seru Paijo sambil mengetawain dirinya sendiriiiiii seraya cengar cengir kesakitan.
(RD Nikasius Jatmiko)