Setiap bulan Mei kita akan merayakan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang tepatnya dirayakan pada tanggal 20. Kebangkitan Nasional Indonesia adalah periode pada paruh pertama abad ke-20, di mana banyak rakyat Indonesia mulai menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai ‘orang Indonesia’. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya serikat Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 dan ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928.
Kebangkitan Nasional menjadi momen untuk kita merefleksikan diri sebagai ‘orang Indonesia’. Semangat kebangkitan nasional adalah semangat yang berdasar pada pembaruan dan rasa cinta tanah air.
Begitu juga dengan Sinode II Keuskupan Bogor yang digelar hampir sepanjang 2019. Saat ini, paroki-paroki tengah bersinode untuk merefleksikan diri, mencari jeda untuk melihat apa yang telah dilakukan selama ini. Sudah baikkah? Perlu perbaikan atau kebijakan baru? Dalam Sinode ini, seluruh elemen di Keuskupan Bogor mulai dari awam, biarawan-biarawati, hingga para klerus dan kaum religius mencari jawabannya bersama.
Semangat Menjadi ‘Orang Indonesia’
Salah satu semangat yang digaungkan dalam Sinode kali ini adalah semangat partisipasi dalam hidup bermasyarakat, semangat menjadi orang Indonesia yang seutuhnya. Seruan “Kita Katolik, Kita Indonesia” atau “100% Katolik, 100% Indonesia” dalam banyak kesempatan sering kali diucapkan oleh Bapa Uskup Mgr. Paskalis Bruno Syukur dan para pastornya.
Keuskupan Bogor sadar, gereja hari ini tidak bisa menutup diri dan berjalan sendiri tanpa peduli terhadap keadaan sekitar. Gereja hari ini harus berjalan bersama, tidak hanya dengan mereka yang sama tetapi juga dengan mereka yang berbeda.
Semangat partisipasi yang diharapkan gereja tentu bukan hanya sekadar rasa, tetapi juga tindakan yang nyata. Melalui Sinode yang berorientasi pada pembaruan-pembaruan positif, gereja berharap kita semua dapat terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Gerakan hari ini tidak bisa hanya sekadar narasi di sosial media. Gerakan kepedulian harus diwujudnyatakan dalam tindakan yang nyata. Misalnya kepedulian terhadap lingkungan hidup mulailah dengan gerakan go green, tidak menggunakan plastik sekali pakai, tidak juga buang sampah sembarangan, dan hemat penggunaan air. Contoh lain dalam partisipasi hidup bernegara adalah terlibat dalam kepengurusan RT/RW, ikut memilih dalam Pemilu, atau bahkan mengkritik kebijakan pemerintah yang dirasa merugikan banyak orang. Berbagai hal ini sangat jelas dikatakan oleh Mgr. Paskalis dalam homili Sabtu Suci di Gereja Katedral beberapa waktu yang lalu.
Banyak ruang yang tersedia untuk menyalurkan kepedulian dan partisipasi kita. Hanya tinggal kita mau pilih yang mana?
Refleksi Bersama
Mengakhiri tulisan ini, sinode harus menjadi momen refleksi bersama. Bukan hanya bagi umat, tetapi para gembala. Sudahkah menjadi gembala yang berbau domba? Sudahkah dengan sungguh saling memperhatikan sebagai sesama manusia?
Karena sesungguhnya tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, semua sama di hadapan Tuhan Allah.
Mari kita berefleksi bersama, baik itu sebagai awam, ataupun klerus dan religius. Kita bangun Keuskupan Bogor menjadi rumah yang nyaman untuk siapa saja.
Selamat Hari Kebangkitan Nasional, selamat bersinode!
(Aloisius Johnsis)