[BOGOR] Gerakan inklusi, dalam konteks pelibatan penyandang disabilitas, harus terus diwujudkan. Hal tersebut akan membantu kesetaraan dan pemberdayaan penyandang disabilitas, selain menghormati dan menghargai martabat kemanusiaan.
“Gerakan inklusi harus terus diwujudkan di mana pun, di lembaga pendidikan, instansi pemerintah, perusahaan swasta, termasuk gereja. Hal tersebut akan membantu terciptanya penghargaan dan penghormatan terhadap martabat kemanusiaan,“ ujar pemerhati disabilitas, Frans Dwi Susanto.
Frans menyatakan hal tersebut dalam acara sharing Bersama Sahabat Disabilitas (BSD) di Ruang Rapat Gedung Ex. Seminari, Katedral Bogor, Minggu (1/5). “Pelibatan disabilitas bisa dilakukan dalam banyak hal, misalnya melibatkan mereka menjadi pengambil kebijakan atau paling tidak non-disabilitas yang duduk sebagai pengambil kebijakan memiliki hati untuk memperhatikan penyandang disabilitas,” tandasnya.
Selain Frans Dwi Susanto sebagai tamu khusus, acara sharing tersebut juga dihadiri oleh Ketua Seksi Komunikasi Sosial Paroki BMV Katedral Bogor, Aloisius Johnsis. “Komsos memberikan porsi yang besar terhadap masalah kemanusiaan, termasuk disabilitas. Karena itu, silakan bagi teman-teman volunter dan penyandang disabilitas untuk menyalurkan aspirasinya dalam konten yang bermanfaat,” ajaknya.
Johnsis mengungkapkan, saat ini Komsos memiliki banyak konten yang menarik dan akses bagi penyandang disabilitas. “Media memiliki pengaruh besar, dan kita bisa memanfaatkan ini untuk sarana kebaikan. Apalagi, Paroki Katedral merupakan paroki besar dan sentral yang berpotensi memiliki pengaruh yang kuat,” imbuhnya.
Sekitar dua puluh umat yang terdiri dari relawan dan penyandang disabilitas tampak antusias mengikuti diskusi tersebut. Mereka saling bergantian mengemukakan pendapat, pengalaman, dan juga ide. Sebelum acara sharing, mereka terlebih dahulu mengikuti Misa Bersama pukul 08.30 WIB di Gereja Katedral Bogor.
Pengurus BSD, Vinsensa Gerosa Lina menyatakan, BSD akan menggelar Misa Bersama di gereja sebulan sekali, tepatnya di awal bulan. “Untuk pertemuan semacam sharing, kita akan melakukan tiga bulan sekali setelah misa bersama. Diharap, sharing memberikan masukan dan saran bagi BSD dan Gereja untuk melayani penyandang disabilitas secara lebih akomodatif,” terangnya.
Wakil Ketua BSD, Stefanus Agung menambahkan, BSD akan terus belajar dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendorong terciptanya inklusivitas di berbagai sektor. “Karena itu momen-momen seperti sharing bersama ini perlu dikembangkan, agar kami semakin memahami apa yang menjadi kebutuhan penyandang disabilitas. Kami juga mengajak orang tua penyandang disabilitas, dan penyandang disabilitas untuk terbuka bergabung dengan komunitas seperti BSD, karena Gereja sudah semakin inklusi,” pungkasnya.
Penulis: Ignatius Herjanjam | Editor: Agnes Marilyn