Anda di sini
Beranda > Nusantara > Penjual Kayu Bakar Kini Menjadi Pastor

Penjual Kayu Bakar Kini Menjadi Pastor

Loading

Sore itu, banyak orang-orang mengenakan jubah berkumpul di Gereja Katedral Bogor. Mulai dari suster, frater, bruder, sampai pastor yang bernaung di wilayah Keuskupan Bogor hadir di tempat itu, Rabu (1/2). Terlihat juga kerumunan umat memasuki gereja sekitar pukul 16.00 WIB. Ternyata tepat 25 tahun silam Pastor Yohanes Driyanto seorang Imam Diosesan Bogor menerima Tahbisan Presbiterat.

Langkah kaki misdinar, wangi-wangian dupa yang berasal dari Pastoran Gereja Katedral, bersama sekitar 50 Imam menandai dimulainya Perayaan Pesta Perak pastor yang menjadi Pemimpin Tribunal keuskupan Bogor itu. Misa syukur ini dipimpin oleh Uskup Bogor Mgr. Paskalis Bruno Syukur. Romo Dri sapaan akrab Pastor Yohanes Driyanto bercerita mengenai salah satu perjalanan pulang ke kampung halaman di Jawa Tengah.

“Sekali waktu saya pulang kampung bersama beberapa teman. Sekitar 14 km sebelum sampai rumah saya melihat keadaan sekitar, berbeda sekali dengan dulu. Dulu hanya ada jalan setapak, tapi sekarang bisa dilalui mobil. Saya bercerita kepada teman saya, taukah kamu dulu aku berjalan melewati jalan setapak ini dengan telanjang kaki dan kayu bakar di atas kepala? Teman saya berkata seakan-akan menirukan perkataan Santo Petrus kepada Yesus, ‘tidak mungkin’. ‘tidak mungkin kamu berjalan 14 Km untuk menjual kayu bakar’ kata teman saya. Saya pun menimpali, jangankan kamu yang tidak pernah mengalami, saya saja yang mengalami hampir tidak percaya,” ucap Vikaris Judisial Keuskupan Bogor itu, disambut gelak tawa umat yang hadir.

Menarik, seorang anak yang kesehariannya sering kali menjual kayu bakar ke pasar kini tengah merayakan Pesta Perak Tahbisan Presbiteratnya. Seorang anak ingusan dalam arti sebenarnya karena dulu Romo Dri menderita sinusitis kini telah menjadi Pastor Keuskupan Bogor.

Cerita ketika Romo Dri menjadi Imam Diosesan Bogor pun tidak kalah menarik dan mengundang tawa. Dulu ia ditawari oleh kakaknya untuk menjadi Imam Diosesan Keuskupan Palembang, ia pun bertanya kepada kakaknya, “Ke palembang nyebrang laut toh?” Kakaknya menjawab iya lalu Romo Dri kembali bertanya, “tidak bisa kah lewat pinggir saja?” Sontak seluruh umat tertawa. Kemudian karena keinginannya melihat Ibukota Jakarta, akhirnya ia memilih Bogor dan benar di minggu pertama berada di Kota Bogor ia melancong ke Jakarta dengan bis.

Pria kelahiran 2 Desember 1963 itu sebenarnya ingin menjelaskan bahwa Tuhan punya rencana dalam hidup seorang manusia. “Terkadang rencana itu sulit dimengerti. Saya pun hampir tidak mengerti akan rencana Tuhan dalam hidup saya. Saya ini sebenarnya ditahbiskan Diakon bersama Bapa Uskup Mgr Paskalis, nasibnya saja berbeda. Namun saya sempat gagal ditahbiskan menjadi Imam, sedih, dan remuk rasanya, baru kali itu saya benar-benar menangis, biasanya hanya main-main,” kembali Romo Dri membuat seluruh umat tertawa.

“Walaupun sempat ditunda, namun hari ini saya berdiri di depan anda untuk merayakan 25 tahun tahbisan presbiterat. Sungguh saya pun sempat tidak menyangka, namun saat ini saya hanya bisa bersyukur dan mengucapakan terima kasih,“ tutur Romo Dri.

Diakhir perayaan Mgr. Paskalis mengucapkan terima kasih kepada keluarga yang telah memberikan Romo Dri untuk Keuskupan Bogor. “Kita berdoa bersama semoga benih-benih panggilan di Keuskupan ini tetap subur dan nanti tongkat estafet kepemimpinan dapat dilanjutkan,” harap Bapa Uskup.

Rintik hujan yang turun menandai berakhirnya perayaan ekaristi.  Suasana riuh ramai umat yang ingin menyalami Romo Dri menambah meriah suasanya Gereja Katedral hari itu. Penampilan lengser khas Tanah Sunda dari para seminaris mengajak umat beralih ke Aula Paroki untuk ramah tamah dan santap malam bersama.

(John)

Leave a Reply

Top