Anda di sini
Beranda > Artikel > Hari Pers Nasional dan Pegiat Komsos Indonesia

Hari Pers Nasional dan Pegiat Komsos Indonesia

Loading

Hari Pers Nasional (HPN) diperingati pada 9 Februari tiap tahunnya. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 tentang Hari Pers Nasional, disebutkan bahwa pers Indonesia mempunyai sejarah perjuangan dan peranan penting dalam melaksanakan pembangunan sebagai pengamalan Pancasila. Dewan Pers menetapkan HPN dilaksanakan tiap tahun secara bergantian di ibu kota provinsi se-Indonesia.

Lalu apa hubungannya HPN dan para pegiat komunikasi sosial (komsos) di Indonesia?

Memang media yang dikelola oleh para pegiat komsos secara umum bukanlah media mainstream yang terdaftar di dewan pers. Akan tetapi, prinsip pengelolaan dan pembuatan karya dalam media tersebut haruslah sesuai dengan etika jurnalistik dan memenuhi fungsi media itu sendiri. Adapun beberapa fungsi media di antaranya, sarana penyebaran informasi, hiburan, edukasi, dan yang tak kalah penting kontrol sosial.

Tantangan Multi-platform

Media hari ini bukan hanya soal cetak dan situs daring, tetapi memiliki lebih banyak paltform seperti media sosial. Multi-platform menjadi tantangan tersendiri yang tak mudah ditaklukan. Instagram, tik-tok, facebook, twitter, grup whatsapp, dan masih banyak lagi sering kali memiliki tingkat penyebaran informasi yang lebih tinggi ketimbang situs media daring, apalagi media cetak.

Para pegiat komsos memiliki tanggung jawab untuk merangkul umat melalui berbagai platform tersebut, karena tiap platform memiliki segmentasi pemakai yang berbeda. Satu platform tidak mungkin menjangkau semua orang, yang bisa dilakukan adalah memperbanyak platform agar makin banyak orang yang dapat terlayani.

Kepercayaan Umat

Produk media yang dikeluarkan oleh gereja baik melalui paroki ataupun keuskupan biasanya memiliki tingkat kepercayaan yang cukup tinggi dibanding media pada umumnya. Hal ini adalah keuntungan sekaligus tantangan para pegiat komsos untuk terus menyajikan informasi secara menarik, tetapi tetap tajam. Jangan sampai media paroki atau keuskupan hanya menjadi sarana penyampai kebijakan, renungan, dan dokumentasi kegiatan, kemudian lupa akan fungsi kontrol sosial yang sejatinya membuat kita tetap waras dalam menjalani hidup menggereja.

Sudah saatnya kita meninggalkan budaya tua antikritik, antifriksi, dan antidebat. Semuanya akan menjadi hal yang baik jika ditempatkan pada porsinya. Karena gereja pun tidak lagi ‘hierarki sentris’ melainkan ‘Kristosentris’ artinya Kristuslah pusat hidup gereja. Sedangkan kaum hierarki, awam, dan biarawan-biarawati sama-sama mengambil bagian dalam tugas Kristus dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan talenta dan kemampuannya masing-masing.

Pada akhirnya perayaan HPN bukan hanya untuk para wartawan media mainstream, tetapi juga para pegiat komsos di Indonesia. Semangat membuat karya berbasis kode etik jurnalistik harus terus hidup, agar apa yang kita buat dapat selalu dipertanggungjawabkan kepada gereja dan masyarakat.

Selamat hari Pers Nasional para pegiat komsos!

(AJ)

Leave a Reply

Top