Anda di sini
Beranda > Nusantara > Cerdas dan Rasional Memilih Pemimpin

Cerdas dan Rasional Memilih Pemimpin

Loading

[KATEDRAL] Menyambut tahun politik 2019 Komisi Kateketik bekerja sama dengan Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan (HAK) dan Komisi Kerawam menggelar Seminar Kebangsaan bertajuk “Saya Katolik Saya Indonesia” di Gedung Pusat Pastoral Keuskupan Bogor lt. 4, Minggu (21/1). “Umat Katolik harus cerdas dan rasional dalam memilih pemimpin karena masa depan kita ditentukan melalui pilihan tersebut,” kata Romo Benny Susetyo salah satu narasumber.

Romo Benny Susetyo adalah anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Imam asal Keuskupan Surabaya itu hadir bersama Doris Mere Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan. Mereka mengisi sesi pertama berkaitan dengan kebangsaan, dan RD Yohanes Driyanto Vikaris Judisial Keuskupan Bogor menjadi narasumber untuk sesi kedua yang membahas berbagai masalah bangsa dari kacamata gereja.

Selain masalah intoleransi, Romo Benny juga menyoroti ‘hoax’ yang semakin marak terjadi bahkan setiap hari. “Kewajiban kita yang hadir disini adalah untuk mendidik umat untuk berpikir rasional. Kita tidak boleh termakan ‘hoax’, karena berita bohong jika terus diberitakan akan menjadi sebuah kebenaran yang diyakini banyak orang. Oleh karena itu kita harus cermat dalam mengelola setiap informasi,” jelasnya.

Para imam, narasumber, dan pihak kepolisian yang mendukung jalannya seminar kebangsaan. Foto: Luki Karim

Kriteria Pemimpin Bangsa

Romo Benny juga memaparkan kriteria pemimpin yang ideal. “Pemimpin yang baik adalah yang sudah terbukti, tidak obral janji, dan jelas rekam jejaknya,” tutur Romo Benny.

Sementara itu, Doris Mere menceritakan berbagai peristiwa pemberontakan dan terorisme yang terjadi sejak masa kemerdekaan. Sejak dulu pemberontakan telah terjadi, ekstrem kanan ingin menjadikan Indonesia negara agama, dan ekstrem kiri ingin menjadikan Indonesia negara komunis. Pemerintah dulu menggerakan militer untuk menjaga situasi.

Saat ini mereka yang ingin Indonesia bubar memecah belah bangsa dengan ‘hoax’ juga teror seperti bom. Bom marak terjadi sejak masa reformasi. Mulai dari bom di kedutaan besar Filipina pada 1 Agustus 2000, bom malam Natal di 28 gereja 11 kota pada 24 Desember 2000, bom bali I dan II, serta masih banyak lagi.

“Sejak jauh hari, walaupun ada pilihan menjadi negara Islam, atau kerajaan, para pendiri bangsa sepakat untuk mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Indonesia menjadi rumah untuk berbagai suku, ras, agama, dan golongan. Saat ini banyak yang kita perjuangkan, kebersamaan, kerukunan, toleransi, demokrasi, dan kesetaraan. Mari kita berjalan bersama untuk membangun bangsa,” tukasnya.

Kemudian pada sesi kedua Romo Driyanto memaparkan panduan memilih pemimpin sesuai Ajaran Sosial Gereja (ASG). Adapun beberapa kriteria penting menurut Gereja Katolik di antaranya, pemimpin memiliki identitas dan misi yang jelas, memegang prinsipnya dengan teguh, mau mendengarkan, melayani dengan berkeliling, berinteraksi, bergaul dengan masyarakat, dan betul-betul menghayati dirinya sebagai putra bangsa Indonesia.

Secara khusus Romo Dri mengajak umat Katolik untuk memilih pemimpin yang memiliki ciri kepemimpinan seperti Yesus. “Pilihlah pemimpin yang datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani,” tutupnya.

(AJ)

Leave a Reply

Top