Anda di sini
Beranda > Artikel > Catatan Kecil di Hari Natal

Catatan Kecil di Hari Natal

Loading

Kukira Natal tahun ini akan berlalu seperti natal tahun-tahun sebelumnya, yang semaraknya kian memudar. Bukan karena lampu hias dan lilin natal yang tak lagi berpendar. Bukan pula karena dongeng Sinterklas dan drama natal yang tak lagi diputar. Mereka itu, juga pusat perbelanjaan dan media sosial justru semakin hingar-bingar menyemarakkan Natal. Yang semakin pudar adalah pesannya bagiku, hingga tanggal merah itu tak ubahnya dengan tanggal hitam berisi deadline yang diselipi kesibukan memberi ucapan selamat natal.

Kuingat-ingat, dalam beberapa tahun terakhir, hari Natal memang serupa dengan oase singkat, yang kusinggahi sebentar biar terbebas dari target untuk kembali lagi tenggelam dalam rutinitas. Entah rutinitas itu berupa pekerjaan, laporan akhir tahun, tugas kuliah, kepanitiaan, dan tanggung jawab lainnya. Pantas saja aku semakin lupa dengan kerinduan menghias pohon natal, membuat kartu natal, menyanyikan lagu natal, bertukar kado natal, juga tradisi menulis surat kepada Sinterklas sebelum hari natal.

Herannya, Natal kali ini tidak berlalu begitu saja. Hingga beberapa hari setelahnya, ada pesan yang tetap hidup dalam pikiran ini. Sejak mengalami desir haru sewaktu mendengarnya, pahamlah aku bahwa pesan ini tak bisa hanya kusimpan sendiri. Ini salah satunya, yang disampaikan pastor* dalam misa Natal.

“Ada seorang anak kecil, Aldo namanya. Ia berdoa di hadapan kandang Natal. Saat berdoa, ia mendengar suara dari patung Kanak-kanak Yesus.

Yesus : Aldo, Aku punya dua permintaan.

Aldo : (menangis) Permintaan? Yesus, aku tidak membawa hadiah untuk-Mu..

Yesus : Aldo, kamu tidak perlu menangis. Kamu mempunyai apa yang Kuminta.

Aldo : Oh, ya? Coba sebutkan, Yesus, apa yang Kau-minta?

Yesus : Aku minta rapormu.

Aldo : Tapi, Yesus, raporku buruk sekali, banyak nilai merahnya. Aku gagal dalam beberapa pelajaran. Meskipun sudah belajar, nilaiku tetap kurang.

Yesus : Justru itu, Aldo, berikan kepada-KU segala yang kurang itu. Bila kamu kurang mampu menguasainya, kurang berhasil, berikan saja pada-Ku. Juga bila kamu kurang sabar. Kurang kuat. Kurang sehat. Kurang sukacita. Kurang harapan. Berikan kepada-Ku, biar Aku tambahkan, biar Aku sempurnakan.

Lalu permintaan-Ku yang kedua, Aku minta gelasmu, Aldo.

Aldo : Yesus, tadi pagi tanpa sengaja aku menjatuhkan gelasku. Mana mungkin kuberikan pada-Mu gelas yang sudah pecah?

Yesus : Berikan saja padaku, Aldo. Akan kuperbaiki gelasmu itu. Juga bila kamu mengalami kegagalan, merasa hidupmu hancur, relasi rusak, tak ada masa depan, datanglah pada-Ku. Aku akan memulihkan hidupmu. Ada dari kamu yang datang ke kandang Natal ini dengan hati terbeban, berikan saja beban itu kepada-Ku. Lihatlah kedua tangan-Ku. Di mana saja kautemui patung Kanak-kanak Yesus dalam palungan, kedua tangannya tampak terbuka.  Tangan-Ku terbuka untuk menyambutmu.”

Pastor itu menutup khotbahnya dengan mengatakan, “Natal itu (artinya) Allah jatuh cinta pada manusia. Ia mau menjumpai kita.”

Pesan ini barangkali bukan pesan yang baru bagi banyak orang,rasanya juga bukan hal yang baru kudengar, namun ada kebaruan saat menerimanya.

Kepada saudara, sahabat, dan kerabat, selamat mengalami cinta-Nya, selamat Natal. 

(merupakan kisah saduran, dengan pesan bersumber dari khotbah Romo Agustinus Adi Indiantono pada Misa Natal di Gereja Fransiskus Asisi, Bogor)

(Mia Marissa)

Leave a Reply

Top