Anda di sini
Beranda > Pastoral > Pakaian yang Layak dan Pantas dalam Sebuah Perayaan Ekaristi

Pakaian yang Layak dan Pantas dalam Sebuah Perayaan Ekaristi

Loading

Dalam sebuah perbincangan lepas dengan beberapa teman yang biasa bertugas bersama di gereja, muncul sebuah topic tentang cara berpakaian yang layak dan pantas ketika kita hadir dalam sebuah Perayaan Ekaristi.  Topik ini tercetus lagi atau menjadi bahasan lagi setelah dalam sebuah Perayaan Ekaristi ada umat yang datang dengan tampilan yang menggoda mata.

Lontaran pernyataan pertama yang keluar adalah,”Hmm, kok gitu sich pakaian ke gereja? Gak cocok banget. Gak sopan.”  Lalu teman yang lain nyeletuk, “Emang salahnya dimana?  Gak sopannya dimana?  Menurut gue, biasa aja tuh!!!”.  Perbincangan pun berkembang menjadi semakin menarik.  Termasuk melibatkan argumen-argumen yang rasional dan kadang-kadang juga bernuansa ‘alkitabiyah’.

Sebetulnya saat itu tidak saja persoalan pakaian yang menjadi diskusi kami, tetapi juga tentang jumlah umat yang semakin banyak, tentang masih banyaknya umat yang datang terlambat, tentang petugas TTK, tentang siapa yang bertugas koor, tentang daya tampung gereja yang terbatas, tentang tempat parkir dan perilaku para pengendaranya, dan lain sebagainya.

Namun yang paling menonjol dalam diskusi kami adalah tentang pakaian yang layak dan pantas dikenakan ketika akan menghadiri sebuah Perayaan Ekaristi.  Kenapa sich kok, hal pakaian menjadi sesuatu yang menarik diperbincangkan?  Karena itulah yang pertama terlihat langsung ketika seseorang yang datang mengikuti Perayaan Ekaristi.

a.  Pakaian yang layak dan pantas seperti apakah.  Betulkah kita harus mengenakan pakaian seperti ketika kita menghadiri sebuah pesta pernikahan?  Seorang teman mengatakan mustinya ketika menghadiri Perayaan Ekaristi, pakaian yang dikenakan harus sama dengan ketika kita akan menghadiri sebuah undangan pernikahan.  Alasannya kenapa kalau untuk memenuhi undangan manusia kita begitu sibuk dengan persiapannya, tapi kok waktu menghadiri undangan Allah kita persiapannya hanya sambil lalu, tidak terlalu serius.  Teman yang lainnya menjawab, mustikah kita mengenakan jas lengkap dengan semua aksesorisnya?  Baju kebaya dengan model terbaru dan rambut yang disanggul secara khusus ke salon?  Berapa banyak waktu yang harus diluangkan untuk mempersiapkan semua itu?  Jangan-jangan ketika sampai di gereja staminanya sudah habis sehingga ketika hadir di dalam gereja, malah bukan memperhatikan kotbah romonya, tetapi sibuk dengan pakaian yang dikenakannya.  Apa malah sedang terkantuk-kantuk kecapaian.

b. Pakaian yang layak dan pantas, betulkah baju batik seragam sekeluarga, atau cukup suami istri?  Atau cukupkah dengan menggunakan celana jeans bermerek dan juga original yang harganya mahal, dikombinasikan dengan t-shirt/polo shirt yang bermerek juga, sepatu bermerek?  Bukankah itu juga akan menjadikan kita sibuk mempersiapkan diri dengan hal-hal yang bernuansa duniawi?  Lalu kapankah kita punya waktu mempersiapkan hati dan batin kita?  Jangan-jangan karena sibuk mematut diri di depan kaca, biar pakaiannya terlihat pantas, begitu berangkat malah buku Puji Syukur-nya tertinggal di rumah.

c.  Pakaian yang layak dan pantas, betulkan juga bila pakaian yang dikenakan adalah sesuatu yang terbaik yang kita miliki, apapun itu pilihan kita?  Benarkah itu yang terbaik yang kita miliki, atau sebetulnya masih ada lagi pakaian yang lebih layak dan pantas, tapi karena kita ingin mengenakannya pada peristiwa yang lain, maka kita kenakan saja yang ini.  Toh cukup rapih, toh tidak tahu dengan rencanaku.

Perbincangan yang semula terjadi hanya karena sesuatu yang terlihat sesaat, kemudian menjadi sebuah diskusi yang serius.  Spontan dalam benak saya terlintaslah bayangan masa kecil ketika orang tua kami bertugas di sebuah kota kecil di ujung timur perbatasan Indonesia.  Saya sangat suka bila melihat bagaimana umat Katolik di daerah pedesaan , kota kecil, dengan pakaian yang terlihat sangat sederhana, berangkat berjalan kaki menuju gereja di paroki kami.  Umat berangkat dengan pakaian yang terlihat bersih, walaupun tidak terkesan mewah, tapi pancaran yang keluar dari wajah mereka penuh dengan senyuman dan sukacita.  Terlihat sungguh wajah mereka yang penuh semangat untuk hadir dalam perayaan yang diundang Allah sendiri.

Pakaian yang layak dan pantas untuk menghadiri sebuah Perayaan Ekaristi memang selalu menjadi perdebatan yang panjang dan tidak berujung, karena setiap orang kemudian mempunyai ukuran sendiri tentang pakaian yang rapih dan layak.  Kami yang saat itu sedang berdiskusi pun akhirnya sampai pada sebuah kesepakatan, bukan persoalan berapa nilai yang terhitung dari pakaian yang dikenakan seseorang, tapi seberapa layak dan pantaskah pakaian yang kita kenakan.  Layak dan pantas kami definisikan sebagai bersih, tidak mengundang mata untuk menjadi terbelalak, sesuai dengan acara yang akan kita hadiri (Perayaan Ekaristi).

Secara sederhana mungkin dapat digunakan idiom “jangan sampai salah kostum”, dan mungkinkah kita bisa menunjukkan kesiapan kita untuk menghadap Allah, jika dalam hal yang kasat mata, yang terlihat langsung tidak kita siapkan dengan baik.  Mari kita belajar bersama untuk menghadirkan seluruh keutamaan tubuh kita dalam Perayaan Ekaristi, karena tubuh kita adalah bait Allah itu sendiri.

(Fabianus Eko Eriyanto)

Wakil Ketua Seksi Liturgi Paroki BMV Katedral Bogor.

Leave a Reply

Top