Surat Gembala, Masa Prapaskah 2017
Gereja Katolik Keuskupan Bogor menghargai orang muda Katolik (OMK) sebagai anugerah Allah yang diikutsertakan dalam membangun Kerajaan Allah. Peran dan keberadaan OMK menyumbang sisi kesegaran (fresh faces) dalam hidup menggereja. Generasi muda adalah generasi yang memberi harapan bagi Gereja masa kini dan masa mendatang. Apresiasi Gereja terhadap OMK tercermin dalam peristiwa seperti World Youth Day, Asian Youth Day, dan Bogor Youth Day.
Demikian pesan Surat Gembala Uskup Bogor untuk Masa Prapaskah 2017 yang dikeluarkan oleh Mgr. Paskalis Bruno Syukur, 17 Februari 2017, dan dibacakan di seluruh paroki-paroki di Keuskupan Bogor pada misa hari Sabtu dan Minggu, (25-26/2). Lebih lanjut dikemukannya bahwa Paus Fransiskus melukiskan OMK dalam ensiklik “Laudato Si”: “Orang-orang muda menuntut perubahan. Mereka bertanya-tanya bagaimana orang bisa mengklaim membangun masa depan yang lebih baik tanpa memikirkan krisis lingkungan dan penderitaan mereka yang dikucilkan” (no. 13). Hal ini berarti OMK adalah orang-orang yang bersemangat menggagas langkah kongkret mengatasi krisis lingkungan hidup dan menciptakan pembaruan hidup yang berkualitas manusiawi dalam dunia ini. Pembaruan itu mesti bertitik pijak pada kesediaan kita untuk mengikuti Yesus Kristus dan mengasihi sesama manusia, terutama orang miskin, serta berlaku adil, solider, lemah lembut terhadap alam ciptaan-Nya.
Gereja terus mendorong OMK agar berperan aktif bersama orangtua membangun keluarga-keluarga yang berwawasan ekologis. Artinya, OMK menjadi inisiator dan aktor gerejani terciptanya relasi manusiawi, relasi penuh kasih kristiani antarumat manusia, dalam keluarga dan masyarakat, serta relasi “bersaudara” dengan alam ciptaan-Nya. “Pada masa tobat ini, tinggalkanlah perilaku kasar, nafsu konsumtif, egoisme tak terkendali; tetapi berlakulah lembut seperti Yesus yang lembut hatinya (bdk. Mat 11:28)” demikian ditegaskan Uskup Paskalis.
Go Green School, Parishes, and Families
Keluarga adalah sel dasar masyarakat, Gereja domestik. Oleh karena itu keluarga menjadi titik awal pertobatan ekologis. Pertobatan ini mendorong bertumbuh dan berkembangnya sikap hidup dan tindakan hidup yang berwawasan ekologis dalam membangun keutuhan hidup bersama yang berdimensi kosmik (bonum commune cosmic). Artinya, kehidupan kita menyuburkan tumbuhnya relasi harmonis antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam ciptaaan, dan manusia dengan Allah Sang Pencipta.
Sebagai wujud pertobatan ekologis, orang tua dan orang muda Katolik mesti bahu membahu mengembangkan pola dan sikap hidup ekologis. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan menyelenggarakan Liturgi Tobat Ekologis dengan penitensi bercorak cinta lingkungan hidup, melakukan Jalan Salib di alam terbuka, meningkatkan pengolahan sampah organik menjadi pupuk-pupuk penyubur tanaman, merayakan gerakan ‘Go Green School, Go Green Parishes and Go Green Families’.
Pola hidup ekologis itu, lanjut Bapa Uskup, adalah menerapkan gerakan mencintai Allah dan menemukan wajah Allah dalam alam ciptaan-Nya. Katekismus Gereja Katolik (KGK) menyatakan bahwa kekejaman terhadap makhluk hidup apa pun bertentangan dengan martabat manusia. Oleh sebab itu orang tua dan OMK mesti menjauhkan diri dari semangat konsumtif, membangun kesadaran untuk tidak mengeruk kekayaan alam, apalagi mengeksploitasi sesama manusia. “Bertobatlah, kerajaan Allah sudah dekat!” pesan Uskup Bogor.
Retret Agung
Pada bagian awal Surat Gembalanya, Uskup Paskalis menyatakan bahwa kini umat memulai Retret Agung dalam kehidupan berimannya, yakni Masa Prapaskah, yang dimulai pada hari Rabu Abu 1 Maret 2017 dan berakhir pada Jumat Agung 14 April 2017. Pada masa ini, seruan-seruan berikut menjadi relevan dan aktual untuk diwartakan dan dipraktikkan.
“Marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan pekerjaan baik” (Ibr.10:24). Seruan ini berisi ajakan agar umat memberi makna yang kasat mata, dapat dirasakan, arti pertobatan, yang menjadi berita utama dalam Masa Prapaskah: “Bertobatalah, kerajaan Allah sudah dekat” (Bdk. Mrk 1:15).
Seruan lain yang juga penting dan mendesak untuk dilaksanakan adalah berkenaan dengan gerakan berpuasa yang dikehendaki Allah. “Berpuasa yang Kukehendaki ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang-orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian, dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri” (Yes 58:3-8).
Menurut monsinyur, “seruan-seruan di atas mestinya menjiwai perwujudan sasaran dari gerakan pertobatan kita, yaitu gerakan solidaritas yang lazim disebut Aksi Puasa Pembangunan (APP). Karena itu hasil yang paling dinantikan dari Gerakan APP adalah gerakan aktualisasi iman Kristiani dalam bentuk perubahan dan pembaruan diri kita yang semakin sesuai dengan citra diri kita sebagai citra Allah”.
(Ans Gregory da Iry)