Anda di sini
Beranda > Artikel > Merajut Indonesia: Berkreasi dan Berkarya bagi Negeri

Merajut Indonesia: Berkreasi dan Berkarya bagi Negeri

Loading

Arus percepatan informasi melalui jaringan internet tidak dapat dibendung lagi. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus mengikuti dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Media pun kini telah mulai beralih, dari cetak menuju digital, dan dari digital masuk ke media sosial.

Sayangnya, berdasarkan studi World Most Literate Countries 2016, minat baca orang Indonesia nomor 2 di dunia, dari belakang. Tetapi, menurut hasil studi yang lain, Indonesia adalah salah satu negara dengan pengguna twitter paling ramai di dunia.

Bagaimana mungkin orang yang tidak suka membaca dapat berkomentar begitu banyak? Lalu apa dasar dari komtentarnya? Hal ini mengakibatkan cepetnya penyebaran berbagai berita bohong yang belum dapat diverifikasi kebenarannya atau ‘hoax’ tersebar dengan cepat.

Generasi Posting

Generasi muda harusnya membawa angin segar yang postif di tengah era digital yang marak dengan hal-hal negatif. Sebagai generasi yang lahir dengan smartphone di tangan seharusnya generasi muda dapat menggunakan kelebihan itu sebagai alat untuk berkarya.

Generasi posting (siapapun yang akrab dengan gawai, red) harusnya menjadi generasi yang positif thinking, dalam arti membuat karya-karya yang positif dari pemikiran/ide-ide positif.

Berkarya tidak harus menunggu menjadi orang yang punya pengaruh, berkarya tidak harus menjadi seorang Gusdur yang menjadi bapak toleransi, atau menjadi seorang Jokowi yang membangun infrastruktur ke pelosok negeri. Berkarya juga tidak harus menjadi Mgr. Soegijapranata seorang pahlawaan nasional yang mempopulerkan 100% Katolik 100% Indonesia.

Berkarya cukup menjadi diri sendiri, dan mulai melakukannya. Berkarya dapat dimulai dari memposting hal-hal positif yang mengapreasi prestasi bukan menyebarkan sensasi.

Panitia sedang berdialog bersama Pandji Pragiwaksono. Foto: Agnes Marilyn

Mencintai Indonesia?

“Umat diimbau tidak berpergian pada 17 April 2019 dan berpartisipasi aktif dalam pemilu,” kira-kira seperti itu bunyi pengumuman di setiap misa di paroki-paroki se-Keuskupan Bogor. Tetapi apakah mencintai Indonesia hanya soal mencoblos? Apakah mencintai Indonesia sesederhana ikut pemilu 5 tahunan? Apakah mencintai Indonesia cukup dengan ikut mencoblos kemudian berdiam sambil menunggu pemilu berikutnya? Apa yang bisa kita buat untuk mengisi rentang waktu 5 tahun tersebut?

Komsos sebagai bagian dari perpanjangan misi Gereja juga ingin berperan aktif untuk memberikan kontribusi nyata di masyarakat. Keuskupan Bogor melalui Sinode II sendiri mendorong umat untuk terlibat aktif dalam kehidupan bermasyarakat, memiliki sikap pluralisme dan toleransi untuk memperkuat kerukunan hidup antarumat beragama.

Setelah mengadakan Festival Komsos 2015 bertajuk “Sukacita Perjumpaan dengan Sesama”, kemudian Festival Komsos 2017 dengan tema “Berakar dalam Persatuan, Bertumbuh dalam Keberagaman”, Seksi Komsos Paroki BMV Katedral kembali mengadakan kegiatan dengan konsep Talkshow Digital yang mengangkat tema “Merajut Indonesia, Berkarya dan Berkreasi Bagi Negeri”.

Setelah menyadari bahwa karya Seksi Komsos harusnya tidak berhenti di media namun juga menjadi wadah perjumpaan yang nyata. Kemudian sadar bahwa ketika berjalan kita tidak bisa hanya dengan sesama tetapi juga dengan yang berbeda. Maka tahun ini Komsos mengajak seluruh umat khususnya orang muda untuk mulai berkarya.

Bersama dengan Pandji Pragiwaksono, seorang yang berkarya dan optimis dengan Indonesia. Mari kita ngobrolin Indonesia dalam Talkshow Era Digital pada 26 Mei 2019 pagi di Aula Gedung Pusat Pastoral Keuskupan Bogor.

Pendaftaran sudah dibuka, berikut linknya:

See ya ..

(Aloisius Johnsis)

Leave a Reply

Top