Anda di sini
Beranda > Nusantara > Arswendo dan Butet Mengajak Umat Berkreasi dan Berkarya bagi Negeri

Arswendo dan Butet Mengajak Umat Berkreasi dan Berkarya bagi Negeri

Loading

Berkreasi dimulai dari ide, yang menjadi sebuah karya ketika ide diwujudkan. Barangkali ide sudah muncul, tetapi ia belum menetas menjadi karya. Bisa jadi juga, ada keinginan berkarya, tetapi merasa sulit menemukan ide. Pengalaman berkreativitas dan berkarya dari Arswendo Atmowiloto serta Butet Kartaredjasa menjadi isi bahasan Talkshow Jurnalistik Festival Komsos 2017 yang dikemas secara ringan dan menarik oleh Moderator Romo Yohanes Driyanto. Pada hari itu, Minggu (1/10), di Aula Pusat Pastoral BMV Katedral Bogor, sekitar tiga ratus peserta talkshow hanyut dalam canda tawa dan pesan-pesan mendalam dari kedua narasumber. Berikut liputan yang disajikan dalam bentuk kutipan kedua narasumber.

Bagaimana menggali ide di sekitar kita?

Arswendo : Ide, gagasan, dan tema bisa diambil dari mana saja. Keluarga Cemara bermula dari ide, bahwa apakah mungkin suatu keluarga hidup dalam kejujuran dan selalu bersyukur.Diperlukan kepekaan untuk bisa menangkap ide, yakni dengan mengalami berbagai peristiwa hidup. Titik tolaknya dimulai dari hal-hal kecil, seperti biji sesawi, dan perlu latihan untuk menangkap ide.

Arswendo pernah dipenjara selama lima tahun. Perlukah kita berhati-hati dalam berkreasi?

Arswendo : Selama berpegang pada kebenaran dan fakta, kita tidak perlu takut. Namun demikian, adanya perbedaan nilai pada orang lain membuat kita perlu berhati-hati.

Butet : Saya belajar dari Pak Wendo (Arswendo), untuk waspada ketika menampilkan ide dalam bahasa kesenian, seperti misalnya ketika menirukan suara tokoh politik, saya berkonsultasi dahulu ke LBH. Selama ini saya masih merasa aman dan yakin dalam berkarya karena yang dilakukan masih dalam koridor kebenaran kolektif. Saya menyuarakan hal-hal yang bersifat kritis, koreksi, sentilan, namun masih bisa dikemas secara artistik. Titik pijak saya dalam menyampaikan kritik adalah dari sudut pandang jongos, punakawan, seperti dalam sesi goro-goro dalam pewayangan. Yang dikritik justru senang, kadang tertawa. Ini kekuatan tradisi Jawa, bahwa ada karakter seperti itu. Yang saya lakukan adalah memelintir logika.

Pada era teknologi digital ini, apakah buku-buku masih diterima?

Arswendo : Dalam membuat karya, ada empat unsur yang menjadi poin penting, yakni kreativitas membuat sesuatu yang baru atau memperbarui sesuatu yang lama; need for achievement atau keinginan untuk belajar, berkarya, dan menjadi yang terbaik, yang harus berasal dari diri sendiri; kemudian bersekutu atau berkumpul dengan teman yang membantu kita mengembangkan ide, memberikan dukungan, dan mengajari kita; serta profesionalitas untuk tetap membuat karya yang baik. Apabila kita memiliki motivasi berprestasi kita akan masih terus bisa berkarya. Meskipun berprofesi sebagai pekerja, pengacara, guru, masih mungkin menjadi penulis. Media sosial bisa memudahkan pesan dibaca oleh jutaan orang dalam satu kali dituliskan. Kita juga perlu mempelajari lingkup industrinya, misalnya media cetak, film, televisi, dan sebagainya.

Bagaimana mewujudkan ide dalam sebuah karya?

Butet : Pada masa lalu, ide dieksekusi sendiri, misalnya membuat patung sendiri. Sekarang ini pada era kontemporer, ide dieksekusi bersama-sama dengan tim. Di teater, ada koreografer, aktor, sutradara, dan sebagainya. Orang yang tidak bisa melukis bisa dibantu oleh artisan-artisan yang adalah pekerja teknis. Yang dipentingkan dalam seni kontemporer adalah ide. Yang dibeli bukan sekadar keterampilan teknis, melainkan gagasan yang menyertai. Pertarungan di dunia seni adalah pertarungan gagasan.

Bangsa Indonesia sekarang ini mudah terprovokasi, apakah ada karya yang bisa dibuat?

Butet : Kita bisa membuat karya yang memprovokasi agar masyarakat percaya akan ke-Indonesian-nya. Sering kita mendengar orang mengatakan mau “go international”. Itu pemikiran inferior, seolah Indonesia bukan bagian dari internasional. Justru kita harus bangga karena Indonesia adalah internasional itu sendiri. Kemajemukan Indonesia adalah sesuatu yang keren banget.

Iringan musik dan lagu oleh Mini Orchestra Regina Pacis yang menutup talkshow ini semakin mengangkat atmosfer rasa kebanggaan terhadap Indonesia. Mari berkarya!

(Mia)

Leave a Reply

Top