Anda di sini
Beranda > Mutiara Biblika > Vita Aeterna

Vita Aeterna

Ilustrasi Romo Iko Nov 2022

Loading

Zakharia 13:8 Maka di seluruh negeri, demikianlah firman Tuhan, dua pertiga dari padanya akan dilenyapkan, mati binasa, tetapi sepertiga dari padanya akan tinggal hidup. 13:9 Aku akan menaruh yang sepertiga itu dalam api dan akan memurnikan mereka seperti orang memurnikan perak. Aku akan menguji mereka, seperti orang menguji emas. Mereka akan memanggil nama-Ku, dan Aku akan menjawab mereka. Aku akan berkata: Mereka adalah umat-Ku, dan mereka akan menjawab: Tuhan adalah Allahku!”

            Kehidupan dan kematian merupakan dua sisi yang silih berganti untuk mengisi berita di dunia ini. Tangisan bayi pertama menandai kehidupan, sementara tangisan banyak orang sering kali menandai kematian. Dua makna tangisan menghiasi peradaban ini. Dua tangisan itu sering kita hadapi setiap kali. Setiap tangisan mempunyai makna berbeda. Kematian menjadi sebuah peristiwa yang menyedihkan. Hal ini ditandai dengan tangisan kesedihan yang berlarut-larut. Padahal kematian itu sendiri adalah sebuah peristiwa kebahagiaan saat manusia bertemu dengan Allah dalam keabadian. Bukankah setiap orang itu merindukan untuk bertemu Allah? Kerinduan itu memang harus ditandai dengan kematian fisik. Tangisan manusia terhadap orang yang meninggal itu terjadi karena manusia mempunyai ikatan rasa. Padahal itu sifatnya sementara, namun manusia ingin mempertahankan rasa itu selama-lamanya. Saat rasa itu tercabut maka tangisan menjadi sebuah wadah untuk mengungkapkan kesedihan itu.

            Vita in mundo est brevis, sed vita in ceolo est aeterna. Ungkapan ini menyiratkan bahwa ada keterbatasan kehidupan di dunia yang sangat pendek, sementara masa yang pendek itu menjadi ukuran masuk dalam keabadian.  Kitab Zakharia mengajarkan bahwa hanya sepertiga dari keseluruhan kehidupan itu masuk dalam keabadian bersama Allah. Sementara yang dua pertiga akan dilenyapkan. Teks ini memberikan petunjuk kepada setiap manusia untuk menggunakan hidup yang pendek di dunia ini dengan baik sehingga manusia nanti bisa masuk dalam ke dalam surga yang abadi bersama Allah.

            Manusia tidak bisa menakar hidupnya, apakah manusia akan menjadi bagian sepertiga atau dua pertiga. Semua itu adalah hak Allah semata. Manusia hanya bisa berusaha berbuat sedemikian rupa seperti yang diajarkan Mateus 25:40  “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”. Teks ini memberikan sebuah petunjuk praktis bagaimana hidup yang pendek di dunia ini dijalankan agar manusia bisa menggapai keabadian bersama Allah. Semua itu harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Apakah manusia telah menjalankan ajaran Yesus ini? Semua itu tergantung pada hidup pilihan manusia yang dibekali akal budi. Manusia mempunyai kebebasan melakukan apa saja, namun tindakan yang bebas itu menjadi takaran manusia bisa masuk dalam keabadian bersama Kristus atau tidak. Kematian itu tidak membuat otomatis masuk dalam keabadian. Kitab Zakharia ini memberikan gambaran bahwa manusia harus mengalami pemurnian dulu.

            Gereja mempunyai tradisi berdoa bagi setiap orang beriman yang telah meninggal dunia. Keyakinan ini didasarkan bahwa tidak ada seorang pun yang tidak pernah luput dari dosa. Oleh karena itu, gereja memohon agar umat beriman yang sudah meninggal itu diampuni sehingga mereka bisa masuk dalam keabadian.  Surat 1 Petrus 1:7 juga menegaskan, “Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu? Yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api? Sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya”. Gereja memberikan wadah doa arwah bagi umat beriman setiap 2 November. Semua itu dimaksudkan untuk mohon belas kasih Allah bagi mereka yang masih ada dalam perjalanan menuju ke Allah Bapa di surga. Manusia tidak bisa mengerti kapan waktu manusia bisa masuk ke dalam perjamuan surgawi itu. Hal itu didasarkan karena waktu Allah dan waktu manusia yang berbeda. Kitab mazmur 90:4 menggambarkan, “Sebab di mataMu seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti satu giliran jaga di waktu malam”. Oleh karena itu, Gereja tidak pernah membatasi intensi doa bagi arwah umat beriman. Hal itu juga ditandai bahwa setiap kali merayakan Ekaristi selalu mendoakan arwah umat beriman. Artinya, gereja menyadari masih ada arwah yang mohon doa agar masuk dalam keabadian.

            Misa arwah umat beriman pun dihadiri banyak orang hadir untuk mendoakan sanak saudara yang telah meninggal. Paijo pun tidak pernah melupakan doa arwah itu sebagai bentuk keyakinannya. Doa arwah merupakan keutamaan yang patut dihormati supaya manusia yang hidup selalu diingatkan bahwa manusia akan menghadapi peristiwa itu. Selesai Ekaristi kebiasaan umat Katolik pergi ke makam untuk menabur bunga di pusara.

            “Mbok, Pak, Kek, Nek. Selamat istirahat dalam keabadian bersama Yesus. Kami hanya bisa mendoakan dan meneruskan kebaikan yang telah Simbok, Bapak dan Nenek, Kakek ajarkan,” seru Paijo seraya menaburkan bunga di pusara. Demikian juga, banyak umat pergi ke makam untuk nyekar sanak saudara saudarinya.

            “Requiescat in pace et in aeterna. Mbok, pak, Kek, dan Nek,” seru Paijo seraya meninggalkan makam.

 

Leave a Reply

Top