Matius 22:21 Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.”
Kampung Welo-Welo adalah tempat yang aman, damai, dan penduduknya sangat rukun. Mereka selalu bekerja sama membangun desa demi kebaikan bersama. Ronda, kerja bakti, iuran kampung dan aneka kegiatan dari anak-anak sampai orang tua tersedia. Ini gambaran sebuah kehidupan yang seharusnya selalu dijaga. Kampung Welo-Welo ini juga menganut aneka keyakinan, namun mereka hidup rukun berdampingan tanpa ada masalah. Bahkan perayaan hari raya salah satu agama, penduduk kampung itu selalu berdatangan untuk memberikan ucapan salam tanpa ada rasa ketakutan dan malu. Justru perbedaan itu selalu memberikan warna tersendiri, betapa indahnya.
Kerja bakti dan gotong royong itu telah dijalankan turun-temurun. Mereka sukacita membantu dan membangun desa. Saat kerja bakti berlangsung, semua laki-laki dewasa dan remaja hadir, sementara ibu-ibu menyiapkan makanan dan minuman. Kegembiraan atas kebersamaan kerja bakti ini menjadi tradisi yang terus dibina, makan dan minum ala kadarnya menjadi penyambung persaudaraan satu dengan lainnya. Ini menjadi kekuatan yang terus terjalin dari waktu ke waktu. Kebiasaan ini membuktikan bahwa kebersamaan itu menembus sekat-sekat perbedaan agama dan derajat. Kebersamaan dalam kerja bakti ini memberikan gambaran nyata bahwa setiap agama mencintai tanah air ini. Hal ini di wujudkan dengan membangun desa dalam skala kecil dan skala besar yang ikut mendukung program pemerintah memajukan bangsa.
Keselarasan hidup itu adalah kunci bagaimana deso Welo-Welo ini guyup dan rukun. Mereka hidup berdampingan tanpa konflik yang membuat desa itu menjadi aman dan tentram. kebersamaan itu menandakan betapa mereka menanggalkan sekat agama dan derajat. Agama diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bentuk perwujudan iman sebab orang beragama tidak bisa lepas dari kewajiban bernegara. Oleh karena itu, membangun desa bersama-sama adalah wujud kecintaan terhadap tanah air dan segala isinya. Semua itu adalah nilai yang sangat tinggi dalam kehidupan. Mencintai agama berarti juga mencitai tanah air.
Selepas kerjabakti, satu-satu meninggalkan tempat namun masih ada yang ngumpul dan berbincang-bincang. Demikian juga Paijo, Paimin dan Parman tidak langsung pulang, melainkan pergi ke pos ronda sambil membawa sisa makanan dari hasil kerja bakti, “lumayan bisa perbaikan gizi sedikit,” seru Paijo sambil ketawa-ketiwi bertiga. Merekapun akhirnya menuju ke Pos ronda yang kosong sambil ngobrol dan menghabiskan makanan.
“Jo, Paijo, Minggu lalu saya dengar dari pastor saat homili itu bilang Pro Patria Et Ecclesia, itu jenis makanan dari luar negeri ya Jo, Paijo?” tanya Parman ingin tahu.
“Heeeeee, Man, Parman, ndeso yo ndeso, tapi open minded gitu lho,” sela Paimin.
“Open minded apa lagi?” seru Parman sambil garuk-garuk kepala
“Open minded itu istilah jaman now, kamu kok kurang gaul bingit sih,” kembali Parman menjawab. Sementara Paijo senyum-senyum sambil mengunyah makanan itu.
“Jo, Paijo kamu tahu gak, senyam senyum saja gak jawab,” seru Paimin karena sedikit jengkel diledek Parman.
“Yaaaa, ngabisin makanan ini, sayang jika dibuang,” jawab Paijo dengan suara kurang jelas karena masih ada makanan di mulutya.
“Kamu itu kalau ke Gereja hanya ngelihatin orang-orang cantik wae, tidak memperhatikan romo saat homili. Ya itu jadinya gagal fokus,” seru Paijo sambil menelan makanannya.
“Terus itu apa artinya?” tanya Paimin
“Pro Patria et Ecclesia itu artinya ‘demi tanah air dan gereja’. Itu artinya,” jawab Paijo.
“Kitab suci mengatakan gambar dan tulisan kaisar harus diberikan kepada kaisar. Lalu gambar apa harus diberikan kepada Tuhan?” tanya Parman gantian menyela.
“Hmmmmmm, apa ya. Logis juga pertanyaanmu. Jika ada gambar kaisar yang harus diberikan kepada kaisar, jadi ada juga gambar Tuhan yang mesti diberikan kepada Tuhan,” guman Paijo ikut mikir juga.
“Menurut saya sih gini. Uang yang ada tulisan kaisar itu simbol kewajiban warga negara membayar pajak. Jadi sudah seharusnya setiap warga itu membayar pajak untuk membangun negara. Itu digambarkan dengan memberikan uang gambar dan tulisan kaisar,” jelas Paijo.
“Lalu apa yang diberikan kepada Allah?” tanya Paimin lebih serius.
“Nahhhh, saya baru ingat. Kita tahu bahwa manusia itu adalah gambaran Allah, Imago Dei. Jadi mempersembahkan gambar Allah itu berarti kita menjalankan sesuai dengan kehendak Allah karena kita itu gambaran Allah. Bukannya Kitab Ulangan 6:5 ‘Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu’. Ini berarti kita harus mencintai Tuhan segenap hati dengan cara an mencintai sesama dengan segenap hati juga, karena setiap manusia itu adalah gambaran Allah. Jangan melakukan itu setengah-setengah,” jelas Paijo.
“Yaaaa, mulai ngerti aku. Moncer juga cara mikirmu Jo, Paijo” seru Paimin.
“Makanya Min, Paimin, kalau ke gereja mesti segenap hati, jangan hanya mencari cewek yang cantik saja, heeeee. Jadi konsentrasi misa buyar,” seru Parman meledek gantian.
“Iyaaaa, betul, betul. Jadi kamu juga Man, Parman, kalau ke gereja harus tulus dan segenap hati. Kamu kolekte minta cash back, heeeee. Makannya kalau kolekte itu kamu kasih yang warna merah uangnya jangan hanya warna kelabu saja, itu saja sudah lusuh heeee,” gantian Parmin membalas.
“Dah, udah. Intinya kita sebagai manusia harus selalu menjadi warga negara yang baik dengan ikut membangun desa, sekalipun motivasi kita tadi dapat gizi tambahan, heeeee. Namun yang penting keterlibatan kita sepenuh hati. Demikian juga saat kita berdoa harus sepenuh hati, jangan mikir kemana-mana. Itu waktunya untuk Tuhan, berikan waktu Tuhan itu dengan sepenuh hati dengan berdoa. Itu berarti memberikan gambar Tuhan,” seru Paijo.
“Wahhhhh, nalar juga kamu Jo, Paijo,” seru Parman dan Paimin serentak.
“Heeeee, tambahan gizi hari ini jadi nalarku jadi josss, heeee,” jawab Paijo sambil ketawa sendiri.
“Jadi mari kita persembahakan tenaga, hidup, dan segalanya kepada Tuhan dengan cara mewujudkan seluruh hidup di dalam masyakarat dan dunia. Orang beriman berarti ikut ambil bagian dalam kehidupan sehari-hari. Orang beriman berarti ikut bertanggung jawab membangun desa dan negara dengan sukareala. Jadi mari kita saling membantu untuk mewujudkan itu,” seru Paijo.
Ditengah-tengah mereka asik berdiskusi, tiba-tiba hujan lebat disertai angin sehingga atap pos itu terbang. Parman dan Paimin pun kaget dan lari ke rumah masing-masing secara spontan. Sementara Paijo masih termanggu melihat di Pos itu sampai basah kuyupppp.
“Hai Parman, Paimin. Kenapa kalian meninggalkan aku sendirian. Ayo kita benerin atap Pos ini, katanya tanggung jawab bersama. Kok saya sendirian,” teriak Paijo kepada Parman dan Paimin yang sudah lari meninggalkan.
Paijo pun tidak berdaya untuk memperbaiki sendirian, jadi ia pun memutuskan pulang dengan meninggalkan Pos ronda yang atapnya terbang diterjang angin.
“Jo, Paijo. Pro Patria et Ecclesia, pos ronda hancur ditinggal lari teman-teman. Nasibmu Jo, Jo,” seru Paijo dalam hari seraya meninggalkan Pos itu dalam keadaan basah kuyup.
(RD Nikasius Jatmiko)