Malam itu terdengar suara kambingku mengembik terus seperti sedang gelisah. Suara mengembik itu terus terdengar dari dalam rumah. Demikian juga terdengar pula silih berganti suara ayam di dalam petarangan yang sedang mengerami telor-telornya. Suara itu membuat gaduh malam itu karena tempatnya ada di belakang rumah, tidak jauh dari kamar saya dan simbok. Umumnya sura kambing dan ayam sudah biasa terdengar, namun malam itu nampaknya beda dari biasanya. Mesti demikian kami tidak menghiraukan.
Rasa capai yang luar biasa membuat saya tertidur lelap sehingga saya tidak bisa berbuat apa-apa terhadap kambing-kambing dan ayam di bekalang rumah itu. Sisi lain hujan lebat malam itu menambah kuatnya daya untuk tidur. Mata rasanya susah juga terbuka dan selimut semakin kuat menutupi sekujur tubuh sehingga lenyaplah suara kambing dan ayam itu di alam mimpi.
Keesokan harinya saya dikejutkan suara simbok yang memanggil saya. Suara itu seperti ada dalam alam mimpi juga. Sayub-sayub terdengar di telingga. Panggilan berkali-kali tidak membuat saya bisa bangun dari tidur, akhirnya saya terkejut dengan cara simbok membangunkan saya yang tidak seperti biasanya.
“Jo, Paijo. Jo, Paijo,” seru Simbok seraya menarik selimut yang membungkus tubuh saya.
“Hmmmm,” jawab Paijo masih dalam mata tertutup.
Situasi itu tidak membuat Paijo bangun dari tempat tidur. Akhirnya Simbok mangambil air kendi dan menuangkannya ke muka.
“Jo, Paijo, bangun,” seru simbok seraya menuangkan air ke mukanya.
“Aittttt, rumah bocor, rumah bocor,” seru Paijo lompat dari tempat tidur.
“Jo, Paijo. Apanya yang bocor. Dari tadi simbok bangunin, tetapi kamu tidak bangun-bangun, akhirnya simbok tuang dengan air kendi biar bangun,” jawab simbok.
“Ahhhhhh, Simbok. Saya kira hujan itu membuat rumah bocor kena muka saya,” sahut Paijo seraya mengusap wajah yang basah.
“Ada apa sih Mbok, seperti penting sekali. Sampai bangunin saya dengan air kendi?” tanya Paijo.
“Jo, Paijo. Kapan dunia mau maju jika orangnya malas seperti itu semua. Sana lihat dikandang kambing dan petarangan ayam di belakang. Kambingmu telah beranak dan ayammu telah menetas,” seru Simbok
“Ahhhhhhhhhhh, yang benar,” seru Paijo serasa kaget dan melompat dari tempat tidur lari ke belakang.
“Embekkkkk, embekkkkk, kurrrrrr,” terdengar seru kambing dan ayam bersama di belakang.
“Embek, embek,” seru kambing itu seakan minta perhatian Paijo, seraya menyusui anaknya.
Sementara itu ayam di petarangan sudah mulai menetas satu per satu, tetapi belum semua. Terdengar suara cicitan anak ayam yang mulai menyambut hari baru di desa. Kelahiran dan menetasnya ayam membuat simbok senang sekali sebab piaraan bertambah. Akan tetapi, Paijo antara senang dan sedih melihat itu karena Paijo harus semakin banyak mencari rumput. Paijo pun disibukkan dengan anak-anak kambing yang baru lahir dan ayam-ayam itu. Paijo mencarikan makan daun-daunan agar kambing itu bisa makan dan sehat sehingga bisa menyusui anak-anaknya. Paijo sampai siang bersama kambing dan ayam-ayam itu sehingga tidak terasa makan siang telah siap, Simboklah memasak selama Paijo ngurusin kambing dan ayam-ayamnya.
“Jo, Paijo. Ayo makan,” Simbok telah selesai masak.
“Ok, Mbok,” jawab Paijo dengan hati senang.
Segera Paijo bersih-bersih dulu karena sejak pagi belum mandi. Segera Paijo menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum makan. Selesai itu Paijo menuju ruang makan, di sana simbok telah menunggu di meja makan tua peninggalan dari eyang jaman dulu.
“Jo, Paijo. Ayo doa dulu sebelum makan,” ajak Simbok
Simbok kali ini memimpin doa dengan Bahasa jawa yang sangat halus. Intinya juga berdoa terhadap makanan yang disantap juga bersyukur atas ternak yang bertambah. Selesai doa syukur kami mengakhiri doa dangan Bapa kami juga dalam Bahasa jawa. Rasa syukur ini sangat terasa karena kehidupan baru itu mengambarkan sebuah pengharapan baru pula.
“Jo, Paijo, met makan,” seru Simbok sambil mengambilkan nasi tiwul makanan kas kami sehari-hari di deso.
“Makasih, Mbok,” jawab Paijo dengan senang.
“Mbok simbok. Saya seraya senang sekali hari ini sekalipun bangun karena air kendi,” seru Paijo seraya tersenyum.
“Jo, Paijo, makan dulu itu sambel terasi dan ikan asin serta tempe dan daun singkng rebus, makan kesukaanmu,” sahut simbok.
“Iyo, Mbok, Simbok.” Seru Paijo sambil makan dengan lahap.
“Mbok, Simbok, kok ya kebetulan ya Mbok. Punya kambing juga ayam melahirkan dan menetas pas menjelang Paskah,” seru Paijo.
“Jo Paijo. Itu tandanya ikut menyambut Paskah,” jawab Simbok
“Jo, Paijo. Bukannya Pastor telah mengajarkan kepada kita, dalam Markus 14:12 Pada hari pertama dari hari raya Roti Tidak Beragi, pada waktu orang menyembelih domba Paskah, murid-murid Yesus berkata kepada-Nya: “Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?” seru simbok.
“Mbok, Simbok. Iya kambing-kambing ini mengingatkan pada kita pada peristiwa paska. Peristiwa keselamatan itu tiba. Paskah itu peristiwa agung di mana iman kita kembali diungkapkan diri diri Yesus, yang sengara wafat dan bangkit,” seru Paijo.
“Iya, Jo, Paijo dalam Perjanjian lama kan juga digambarkan Keluaran 12:21 “Lalu Musa memanggil semua tua-tua Israel serta berkata kepada mereka: “Pergilah, ambillah kambing domba untuk kaummu dan sembelihlah anak domba Paskah. Jadi memang dari dulu kambing menjadi sarana dalam perayaan paskah,” seru simbok.
“Wuihhhh Simbok bisa juga mengutip Kitab Suci,” seru Paijo sambil meledek simbok.
“Jo, Paijo. Simbok hanya ingat dikit saja,” sahut Simbok sambil tersenyum kelihatan ompongnya.
“Mbok, kenapa ya paskah sekarang jarang nyembelih kambing?” tanya Paijo.
“Ohhhh, Jadi kamu pingin kambingmu yang sedang beranak disembelih,” sahut Simbok.
“Hmmmmmm, bukan begitu mbok, kasihan anak-anaknya baru menyusui, bisa mati,” sahut simbok,” jawab Paijo.
“Mbok, kan sekarang jika paskah jarang pada sembelih kambing, malah diganti mencari telur paskah. Intinya apa ya Mbok? Tanya Paijo.
“Tahun ini gak ada mencari telor Jo, Paijo. Telornya sudah menetas,” canda Simbok sambil tersenyum.
“Ah, simbok,” jawab Paijo sambil minum air kendi.
“Jo, Paijo. Iman kita ini penuh dengan simbol agar kita mudah memahami dalam kehidupan sehari-hari. Telor itu kan simbol kehidupan, ketika berminggu-minggu dierami induknya dalam kehangatan muncullah kehidupan baru. Kehidupan baru itu memecahkan din- ding penyekat yang menghalau. Demikian juga dinding berupa cangkang itu pecah demi sebuah kehidupan baru. Kristus juga telah memecah dinding kejahatan dan membagkitkan sinar kehidupan baru. Itulah makna paskah itu Jo, Paijo, Jadi bukan hanya sekedar menyembelih kambing,” jawab simbok.
“Wuihhhh Mbok, Simbok hebat juga ya, walapun wong deso,” sahut Paijo.
“Embohhhhhh, Jo, Paijo,” itu kan pendapat simbok kebetulan pas kambing lahir dan ayam menetas, itu jadi contoh biar gampang,” sahut simbok
“Waaahhhh, simbok memang hebat, walaupun wong deso Katro tetapi imannya sangat mendalam,” seru Paijo.
Dalam percakapan di meja makan itu ternyata cukup lama. Waktu begitu cepat sehingga kembali kami dikagetkan suara kambing yang mengembik dan ayam-ayam yang mulai berkotek itu. Mereka juga ikut bergembira pula menyambut kehidupan baru, itulah makna paskah. Adalah kehidupan baru yang menghalaukan maut.
“Embek, embek,” terdengar suara kambing itu
“Embek- embek,” Paijo menirukan sambil menyelesaikan makan bersama Simbok.
Kegembiraan Paijo sedikit berkurang karena Paskah yang identik menyembelih kam-bing tidak jadi, karena kambingnya baru melahirkan. Mau makan telor juga tidak jadi karena telornya menetes.
“Jo, Paijo, memang kamu tetap deso, dah makan sambel sama tempe saja,” seru paijo seraya meninggalkan Simbok sambil tersenyum.
“Heeeeee, Jo, Selamat ya. Jangan lupa gentingnya dibenerin, biar gak bocor,” ledek Simbok sambil tersennyum seraya membereskan bekas makan siang.
(RD Jatmiko)