
Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan.2:10 Lalu kata malaikat itu kepada mereka: “Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa:2:11 Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.
Lukas 2:9
Pesona Desember tidak pernah pudar sekalipun pandemi belum menyingkir dari kehidupan manusia. Desember selalu identik dengan Natal dan setiap orang Katolik berjuang untuk merayakan peristiwa agung itu. Pandemi tidak menghalangi untuk bersyukur atas peristiwa penting di Betlehem 2000-an tahun lalu. Semua gegap gembita, bahkah para Malaikat pun ikut berdendang menyemarakkan gema surgawi diiringi dengan sangkakala kala itu. Alam ikut bergembira atas peristiwa Natal. Desember sangat mempesona, menyergap setiap manusia dalam satu titik bersama yakni Kristus lahir di dunia (Christus Natus In Mundo est).
Kegembiraan surgawi itupun tidak terlewatkan oleh alam yang ikut menyambut Desember. Hujan turun membuat bumi menjadi hijau permai. Mata dimanjakan hamparan permadani alam yang indah tiada taranya. Katak-katak pun ikut bersimponi menyambut Desember ini. Pandemi tidak menghalangi setiap makhluk untuk ikut ambil bagian bergembira atas kehadiran Kristus di dunia.
Dunia telah tersegap oleh alunan lagu-lagu Natal yang sudah marak terdengar di sana-sini dengan ornamen Natal pula. Alam ikut menghiasi Natal itu dengan indah. Kristus lahir membukakan sukacita kepada setiap orang yang menerimanya, demikian juga kelahiran seseorang di dunia pasti disambut dengan gembira dalam keluarga. Oleh karena itu, Natal itu adalah diri sendiri sebab kita dilahirkan. Peristiwa ini menandai kehidupan baru di dunia dengan memberikan warna di dunia ini.
Kelahiran selalu disikapi dengan aneka cara, sebuah sikap bersyukur dan bergembira karena manusia telah diberi anugerah untuk hidup di dunia. Demikian Paijo pun tidak ketinggalan mensyukuri makna kehidupan yang telah dijalani. Desember adalah saatnya Paijo merenungkan diri untuk mensyukuri betapa Tuhan telah memberikan kesempatan hidup. Kebetulan Desember itu selalu bernuansa Natal, maka Paijo pun kecipratan berkat atas Natal itu.
Ini adalah Desember kedua saat Paijo tidak bersama Simbok. Simbok kala itu sering membuatkan nasi urap dengan telur kampung rebus dan ikan asin bakar untuk mensyukuri hidup ini. Kini Simbok telah tiada, ucapan syukur ini hanya bisa dirayakan dengan kambing-kambing yang masih setia menemani. Paijo tidak biasa merayakan ulang tahunnya, maka ucapan syukur itu digabungkan dengan Natal saat Kristus dilahirkan.
Dalam kesendirian itu Paijo tidak bisa menyiapkan apa-apa kecuali hasil kebun yang dipanen dari kebun samping. Ada beberapa sayuran tumbuh, singkong, dan umbi-umbian pun tidak pernah berhenti menghasilkan. Semua itu adalah anugerah Allah yang memberikan alam yang luar biasa untuk menghidupi manusia. Oleh karena itu, manusia harus selalu bersyukur.
Dalam kesendirian itu, Paijo menikmati ubi rebus dan secangkir teh panas dengan gula merah. Itu adalah menu syukur Paijo saat ini. Tidak ada urap, tidak ada ikan asin bakar dan tidak ada nasi pula, jadi hasil kebun itu menjadi santapan sehari-hari.
“Hmmmmmm, enak sekali,” guman Paijo seraya menyeruput teh panas dengan cangkir besar peninggalan Simbok. Minum seraya menggigit gula merah dan mengunyah ubi itu. Sekali-kali terdengar suara kambing yang menyapa Paijo.
“Embek-embek, Jo. Paijo, kenapa kamu minum sendiri,” begitu kira-kira bahasa kambing dimengerti Paijo. Paijo pun hanya bisa tersenyum sendiri, seraya bercanda juga,”mau ya, heeee”. Paijo pun menikmati hari itu dengan santai di rumah seorang diri, sekaligus bersyukur atas kehidupan yang diterimanya di Desember ini.
Tidak selang beberapa waktu saat menikmati ub dan teh, Paijo dikejutkan oleh suara balon meletus berasal dari luar rumah. Paijo pun kaget dan air minumnya tumpah di baju. Segera Paijo keluar rumah dan betapa terkejutnya, siapa lagi kalau bukan mereka yang selalu dinanti-nanti.
“Ahhhhhhh Menikkkk, Yanti,” seru Paijo seraya melompat kegembiraan. Baju yang basah itu masih membekas di pakaian yang dikenakan Paijo. Anehnya Yanti dan Menik tidak begitu gembira dengan sapaan Paijo. Mereka hanya saling berpandangan saja sehingga membuat mood Paijo hilang.
“Yanti, Menik, kalian sakit?” Tanya Paijo. Pertanyaan itupun tidak dijawab secara verbal, mereka berdua sengaja menggelengkan kepada serentak.
“Tapii, hmmmm. Kenapa kalian seperti itu. Sikap kalian tidak seperti biasanya,” seru Paijo. Yanti dan Menik tetap belum buka suara, sehingga membuat Paijo semakin galau tingkat dewa. Suasana menjadi hening sejenak dan Paijo pun sudah tidak bisa berkata-kata lagi. Paijo menjadi bingung sehingga lupa mempersilakan Menik dan Yanti masuk rumah. Paijo juga tidak menawari makan dan minum sehingga suasana menjadi hening. Mereka saling pandang memandang dengan suasana dingin. Paijo berpikir apa karena sudah tidak ada Simbok sehingga mereka mulai berubah atau memang Paijo mempunyai salah kepada kedua sahabatnya itu. Aneka pertanyaan berkecamuk muncul dalam diri Paijo. Mereka Pun belum juga saling bercanda ria seperti biasanya.
“Tinnnn Tinnnnn,” tiba-tiba terdengar ada klakson mobil berhenti depan rumah Paijo. Paijo pun semakin heran. Mobil itu membawa bingkisan untuk Paijo. Paijo pun menerima dan membuka bingkisan itu. Saat Paijo membuka ternyata isinya kue Ulang Tahun dari Menik dan Yanti, saat itu Yanti dan Menik berteriak,”Selamat ulang Tahun Paijoooooo”.
Yanti dan Menik pun tertawa terbahak-bahak sebab mereka berdua ingin ngerjain Paijo wong ndeso, biar Paijo sekali-kali makan kue ulang tahun.
“Terima kasih Menik Yanti telah membuat kejutan, tadi saya hampir nangis, ternyata saya kalian kerjain,” seru Paijo yang mulai biasa kembali ke moodnya.
“Panik Gak, Panik gak, Panik Gak, Heeeeeeee,” seru Yanti dan Menik bersama.
“Jo, Paijo seperti orang Katolik bergembira atas kelahiran Yesus Kristus. Kini kami bergembira pula atas kelahiranmu, sekalipun sudah tidak ada Simbok, tetapi tetap harus mensyukuri,” seru Yanti mulai menunjukkan cerewetnya.
“Iya, jo Paijo, ayo potong kuenya kita makan bersama,”ajak Menik yang mulai ceria lagi.
Suasana kegembiraan Desember pun sudah dimulai sekalipun diawali dengan Prank, semua bergembira atas karunia hidup. Seperti Kristus dilahirkan di dunia demikian setiap manusia harus mensyukuri kelahirannya.
Kegembiraan Paijo seperti kegembiraan para gembala yang mendapat warta dari Malaikat. Paijo mendapat kue ulang tahun padahal dulu bisanya hanya mendapat nasi urap dan ikan asin bakar. Ya itulah kegembiran Desember yang selalu punya cerita.
“Joooo, Paijoooo. Hidup mu selalu bejo sekalipun di prank, heeeee,” seru Paijo seraya makan kue bersama dengan kedua sahabatnya itu. Paijo pun kini malu tersipu karena prank sahabatnya.
Penulis: RD Nikasius Jatmiko | Editor: Bernadus Wijayaka
.