Anda di sini
Beranda > Pastoral > Perjuangan Media Alternatif Masih Panjang

Perjuangan Media Alternatif Masih Panjang

Loading

Saat ini, berita bohong atau yang kerap dikenal dengan sebutan ‘hoax’ sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat dunia. Media mainstream atau media arus perdana yang menjadi salah satu sumber fakta terpercaya sering kali berisi kepentingan politik dan ekonomi. Lalu apa yang harus dilakukan? Kira-kira pertanyaan itulah yang terlintas dalam pikiran anggota Redaksi Digital Komsos BMV Katedral Bogor saat mendengarkan pemaparan tentang media alternatif, Minggu (16/12) siang.

Kegiatan yang bertempat di ruang rapat Paroki BMV Katedral Bogor ini menghadirkan Fitaha Aini seorang mahasiswi S3 dari University of Leicester Inggris. Fita panggilan akrabnya, sejak S1 mengambil fokus di bidang komunikasi dan media. Saat ini ia tengah melakukan penelitian media alternatif di Indonesia. Salah satu materi penelitiannya dilakukan di Redaksi Majalah Berita Umat dan Redaksi Digital yang meliputi situs bmvkatedralbogor.org dan media sosial.

The Invisible Power


Ilustrasi Media Alternatif. Google.com

Media alternatif adalah jenis media baru yang saat ini tengah menjadi kajian para ilmuan di bidang komunikasi. Salah satu jenisnya adalah media yang berciri khas identitas atau agama seperti produk-produk komsos. “Saya menyebutnya the invisible power, ada tapi tidak kelihatan. Seperti teman-teman di sini, ada produknya baik daring maupun cetak, punya pembaca bahkan pembaca setia, namun tidak terlihat di masyarakat. Tapi walaupun tidak terlihat, teman-teman punya kekuatan, setidaknya dapat mempengaruhi para pembaca setia yang jumlahnya ribuan bahkan puluhan ribu,” jelas Fita.

Salah satu kekuatan media alternatif terletak pada idealismenya. Karena berisi volunteer yang tidak dibayar serta tidak ada iklan yang sangat besar untuk mencari profit. Maka media alternatif tidak memiliki kepentingan tertentu untuk mengarahkan opini publik. “Konten dari media ini juga berbeda. Biasanya mengangkat hal-hal kecil, sederhana, namun berdampak yang jarang atau tidak pernah diangkat oleh media mainstream. Inilah ciri khas yang harus teman-teman pertahankan,” tegasnya.

Membawa Perubahan

Lebih lanjut Fita menjelaskan beberapa ciri media alternatif yaitu memiliki konten yang berbeda dengan media mainstream, tidak memiliki birokrasi yang rumit, tidak komersil, dan membuat para pembaca berpartisipasi. “Ciri khas media alternatif adalah melibatkan pembaca untuk berkontribusi membuat konten. Kira-kira seperti citizen journalism, melalui partisipasi tersebut harapannya ideologi yang dimiliki dapat dijaga bersama. Apakah teman-teman sudah melakukannya?” tanya Fita kepada anggota redaksi.

Redaksi Digital berfoto bersama Fitaha Aini sebagai narasumber tunggal dalam pelatihan ini. Dengan berakhirnya pelatihan media alternatif ini, berakhir pula penelitian Fita di Komsos Paroki BMV Katedral Bogor. Foto: Istimewa.

Di banyak tempat, media alternatif selalu membawa perubahan. Menyuarakan mereka yang termarginalkan, terpinggirkan, dan memberitakan sebuah informasi secara berimbang. Di Indonesia sendiri media alternatif belum banyak dikaji apalagi diperhatikan oleh dewan pers atau lembaga sejenis yang melindungi hak-hak media. “Jangan berkecil hati karena tidak diperhatikan. Justru itulah kelebihan teman-teman yang memiliki idealisme. Jalannya masih akan sangat panjang tapi yang pasti teman-teman harus tetap semangat. Banyak media alternatif mati dimakan waktu dan keadaan. Komsos Katedral beruntung berada di bawah otoritas Gereja yang selalu memperhatikan dan menghidupkannya,” ujarnya.

Pemimpin Redaksi Digital Aloisius Johnsis sepakat dengan narasumber bahwa proses menuju media alternatif yang ideal dan besar membutuhkan waktu yang panjang. “Jika ditanya bisa besar atau tidak, saya akan jawab bisa. Namun akan membutuhkan waktu dan perjuangan yang sangat panjang. Mungkin 10, 20, 30 bahkan 50 tahun lagi. Yang bisa kita lakukan saat ini adalah membuat sistem, berusaha menjaga idealisme jurnalisme damai yang berimbang. Nanti ketika saatnya tiba, generasi berikutnya akan melanjutkan tongkat kepemimpinan untuk mengembangkan dan memajukan komsos,” pungkasnya.

“Teman-teman, akan selalu ada tantangan, akan selalu ada keraguan, akan selalu ada kesalahan. Tetapi dengan kerja keras, semuanya mungkin untuk dilakukan,” tutup Fita.

(Agnes Marilyn/John)

Leave a Reply

Top