Anda di sini
Beranda > Kabar Terkini > Vita Aeterna

Vita Aeterna

Loading

Mat 27:52 “Dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit.”

November menjadi peristiwa penting bagi umat Katolik. Setiap awal November, gereja merayakan Hari Raya Santo Santa. Setelahnya, Gereja merayakan “Peringatan Arwah Semua Umat Beriman’. Perayaan arwah umat beriman mengingatkan batas kehidupan manusia. Kehidupan manusia di dunia tidaklah abadi. Manusia menunggu giliran menuju kehidupan abadi (Vita Aeterna). Kehidupan abadi diterima ketika manusia menyelesaikan tugasnya di dunia.

Pagi itu Paijo pergi ke makam sendirian untuk nyekar Simbok dan beberapa leluhurnya yang dimakamkan di situ. Suasana pagi sangat cerah ditambah sinar mentari pagi. Burung-burung pun berkicau seakan menyapa hari yang penuh berkah. Alam sangat bersahabat dengan manusia. Hujan semalam menambah nuansa baru. Tumbuh-tumbuhan yang kering  mulai tersenyum menyambut turunnya hujan. Udara mulai terasa segar setelah sekian lama musim kemarau panjang. Air hujan menjadi pengharapan banyak orang dan kehidupan. Peristiwa baik menandai sebuah bulan November.

Kehidupan abadi menjadi tujuan bagi setiap orang. Keabadian menjadi mahkota bagi setiap yang percaya kepada Allah. Mahkota keabadian dikenakan bagi orang yang setia menjalankan kehendaknya. Sementara orang yang masih hidup hanya bisa berdoa untuk saudara yang telah meninggal dunia.

Paijo pun telah hadir di makam umum, tempat Simbok dan nenek moyangnya juga dimakamkan di situ. Banyak orang Katolik juga  hadir ke makam untuk mendoakan saudara-saudara yang telah meninggal. Mereka minta kerahiman Tuhan atas dosa-dosa orang yang sudah meninggal. Dalam 2 Makabe 12:42  “Merekapun lalu mohon dan minta, semoga dosa yang telah dilakukan itu dihapus semuanya. Tetapi Yudas yang berbudi luhur memperingatkan khalayak ramai, supaya memelihara diri tanpa dosa, justru oleh karena telah mereka saksikan dengan mata kepala sendiri apa yang sudah terjadi oleh sebab dosa orang-orang yang gugur itu”.

Dalam keheningan Paijo duduk dan berdoa di pusaran Simbok seraya berdoa. Bunga mawar pun tidak lupa ditaburkan di pusara. Wangi semerbak bunga menghiasi kasih yang telah ditinggalkan leluhur. Mereka mendahului masuk dalam kehidupan abadi.

Di pusara Simbok dan Bapak, Paijo duduk bersila seraya berdoa. Keheningan makam menambah khusuk doa. Hilir mudiknya orang ke makam tidak merusak keheningan. Orang-orang pergi ke makam dengan niat berdoa, maka mereka selalu menciptakan keheningan agar tidak mengganggu orang yang sedang berdoa. Demikian juga, suasana itu tidak mengusik doa Paijo sehingga kehadiran sobatnya tidak diketahui.

“Jo, Paijo,” terdengar suara lirih dari telinga kiri.

Paijo bergeming dengan suara itu. Ia terus melanjutkan doanya.

“Jo, Paijo,” kembali suara itu terdengar. Kini suara itu terdengar dari sebelah kanan.

Paijo tidak bergeming sekalipun terbisik untuk kedua kalinya.

“Jo, Paijo,” kini suara terdengar dari kanan dan kiri serentak.

Paijo pun tidak kuat dan membuka matanya.

“Ahhhhhh, ternyata kalian,” seru Paijo antara senang, kaget, dan kangen tentunya. Paijo pun makin senang, di pusara Simbok ada setangkai mawar merah.

“Heeeee,” mereka tertawa lirih karena banyak orang mulai berdatangan untuk berziarah ke makam saudara-saudari mereka.

“Menik, Yanti, kamu sudah berdoa ke makam orang tuamu? Tanya Paijo

“Sudah dong,” Seru Yanti dan Menik

“Antar saya ke makam orang tuamu, saya ingin juga mendoakan,” pinta Paijo.

Kami pun berjalan menuju ke makam orang tua Menik dan Yanti bergantian. Kami bertiga berdoa untuk kehidupan abadi mereka. Doa arwah menjadi kebiasaan orang Katolik yang selalu dirayakan setiap 2 November. Kami berdoa dalam keheningan. Dalam keheningan kami berdoa untuk orang kita yang telah meninggal dunia.

Selesai berdoa, kami bertiga mencari tempat teduh sambil berbincang-bincang. Kami mengingat masa kecil bersama saat di kampung. Namun kini Menik dan Yanti sudah menjadi orang kota bersama keluarganya.

“Menik, Yanti. Di makam ini kita dulu sering berdoa bersama untuk mengikuti misa arwah. Di makam kini pula kita nanti akan dipertemukan dalam keabadian. Kita kini hanya bisa berdoa agar keluarga kita yang telah mendahului kita hidup dalam keabadian bersama Kristus yang kita imani,” seru Paijo.

“Iya Jo, Paijo. Manusia tidak bisa menghindari peristiwa agung ini,” Seru Yanti

“Kok, peristiwa agung,” tanya Menik agak kaget.

“Ehhhhh, jangan berdebat,” seru Paijo

“Kehidupan kekal itu adalah peristiwa agung. Karena setiap orang akan ketemu Allah yang kita rindukan dan dambakan, sehingga setiap orang akan mendapat mahkota kehidupan kekal bersama Allah. Manusia akan menjadi kudus karena manusia yang kudus menjadi keluarga Surga,” Seru Paijo.

“Iyaaa, iyaaa, saya paham sekarang,” seru Menik sambil tersipu mirip zaman masih di kampung.

Dalam perbincangan, Menik dan Yanti selalu membawa bekal, maka kami makan dan minum seadanya seraya mengenang masa kecil di makam itu.

“Ahhhh,” teriak Menik melompat sedikit panik.

“Kenapa,” seru Paijo serentak memegang tangan Menik.

“Ahhhhhh, ada semut gigit, kaki,” seru Menik kaget

“Ahhhhh, Itu mah modus biar dipegang Paijo,” seru Yanti sambil tertawa lirih.

“Heeeeee,” tawa Paijo sambil tersipu malu dan senang.

“Dah ayo pulang,” ajak Menik seraya pegang tangan Paijo.

“Ngajak pulang, tangan masih pegangan Paijo,” ledek Yanti lagi.

“Ahhhhhh, kamu meledek terus, heee,” seru Menik sambil tersipu seraya melepas kangen sama Paijo wong ndeso.

“Vita Aeterna ya, Simbokkkkk,” seru Paijo dengan wajah gembira berjalan pulang bersama Menik dan Yanti.

Mereka bertiga pulang bersama jalan kaki seraya bincang-bincang. Mereka pamit kepada orang tua yang sudah hidup dalam keabadian di makam ini. Persahabatan mereka bertiga adalah abadi seperti keabadian kehidupan kekal nanti.

“Waduhhhhh,” suara Yanti dan serentak seraya memegang tangan Paijo. Mereka terpeleset karena tanah liat yang licin karena hujan semalam.

“Ahhhhh modus semuanya,” seru Paijo sambil tertawa senang.

“Jo, Paijo dasar wong ndeso, jaga persahabatan ya Jo,” seru Paijo dalam hati yang hatinya berbunga karena modus Yanti dan Menik yang pura-pura terpeleset.

 

Penulis: RD Nikasius Jatmiko | Editor: Bernadus Wijayaka

Leave a Reply

Top