Mateus 25:34 Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.25:35 Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan;25:36 ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.
Malam itu suasana sepi, hujan lebat telah terjadi sejak sore hari. Lampu pun juga mati menambah suasana kampung tambah sepi, seperti tanpa penghuni. Bahkan suara binatang malam pun enggan pula berbunyi. Semua bersembunyi dari cengkraman alam malam itu. Kodok-kodok pun juga terhenti bersuara menyambut datangnya hujan, padahal hujan sering kali menjadi sumber kebahagiaan. Mereka selalu berdendang saut menyahut tanpa henti, namun malam ini tidak bersuara. Aneh, rasanya jika suasana menjadi mencekam. Sarung kumal itu pun hanya bisa menjadi teman tidur Paijo seraya mendengarkan seru hujan yang sesekali disertai petir.
Hari makin larut, hujan belum memberikan tanda-tanda akan berhenti. Sisi lain, musim ini menjadi sebuah kerinduan para petani, namun juga sering kali membawa petaka. Dua sisi yang selalu ada, ini menjadi kewaspadaan bagi kampung kami. Kambingpun juga telah terlelap tidur, padahal sering kali Paijo merindukan suara kambing itu sebagai pengisi kesepian di malam itu. Dalam keheningan malam itu, Paijo terlelap dan entah kemana mimpi itu berselayar dalam suasana hujan. Keheningan alam itu akhirnya menghantarkan Paijo dalam rimbaan mimpinya. Dalam kenyamanan tidur itu, tiba-tiba terdengar suara gaduh seperti bunyi kentongan dari bambu yang terdengar nyaring sekali. Paijo pun melompat dari tempat tidur dan terdengar juga kambing mulai mengembik seakan ketakutan mendengar suara riuh kentongan nun jauh di sana. Simbok pun dengan sigap keluar rumah di malam itu seraya membawa lampu dian kuno. Paijo pun ikut Simbok keluar.
“Mbok, Simbok ada apa,” tanya Paijo
“Entahlah, Jo, Paijo. Simbok mendengar suara bunyi kentongan ramai sekali di kampung sebelah, sepertinya ada bencana,” seru Simbok seraya benarin kembennya yang mulai turun.
“Terus, kita harus bagaimana, Mbok, Simbok?” tanya Paijo.
“Ya, kita harus, tinggal di luar, jangan di dalam rumah, sambil nunggu nanti ada apa lagi,” kata Simbok.
“Iyo, Mbok,” jawab Paijo seraya mengusap matanya yang masih sedikit mengantuk.
“Jo, Paijo. Itu adalah tradisi di kampung. Setiap kali ada suara kentongan bersama itu ada pertanda bencana. Kita berdoa semoga semua baik-baik dan terbebas dari ancaman alam,” sahut Simbok.
“Iyo Mbok, Simbok. Lalu apa yang bisa kita perbuat?” tanya Paijo lagi.
“Ya, kita harus bisa membantu jika ada yang kesusahan, sejauh kita bisa,” seru Simbok.
“Mbok, Simbok, apa yang bisa kita bantu. Kita juga orang yang tidak punya,” seru Paijo.
“Jo, Paijo. Apa kamu lupa akan Injil Markus 12:44 Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.” Dan Lukas 21:4 Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya“, kata Simbok berkortbah di beranda rumah seraya jaga-jaga apa yang akan terjadi.
“Mbok, yang bener saja. Masa saya akan memberikan sarung kumal saya kepada mereka, apa malah tidak pingsan mereka memakai sarung saya yang kumal dan bau ini,” sahut Paijo sambil tertawa ringan untuk mengusir kecemasan pagi itu.
“Jooo, Paijo. Ini serius, malah bercanda. Simbok memberikan gambaran Kitab Suci agar kita itu bisa berpartisipasi untuk meringankan orang lain. Kita berbuat baik tidak harus menunggu kita kaya. Tuhan telah memanggil kita memberikan apa yang bisa kita berikan. Kita diberi tenaga, berarti kita bisa berbuat sesuatu membantu mereka. Kita diberi kekuatan, kita bisa menghibur dan mengujungi mereka. Mereka itulah gambaran Allah sendiri. Jadi, memberi itu bukan sekedar materi, tetapi doa, usaha, dan syukur-syukur materi,” jelas Simbok membuka pikiran Paijo.
“Iyaaaa, Mbok saya mengerti,” sahut Paijo.
Ketika pagi mulai terang mulai terdengar suara ribut-ribut bahwa kampung sebelah telah terjadi bencana. Sungai itu telah melebihi batas normal sehingga banjir terjadi di kampung sebelah. Mereka berlari-lari mencari perlindungan seraya menyelamatkan harta milik mereka yang bisa dibawa dan mulai meninggalkan kampungnya. Suara kentongan itu berarti tanda bahaya terjadi, sehingga sepatutnya manusia saling menolong. Maka Paijo pun bergegas meninggalkan Simbok ikut membantu mereka yang sedang dilanda bencana. Mereka ada yang membawa barang-barang seadanya untuk mengungsi dan Paijo pun mencoba dengan tenaganya membantu mereka. Ada beberapa tempat tujuan mereka, yakni di sekolahan, di tempat-tempat umum dan juga mereka minta bantuan tenda untuk hidup sementara. Pada umumnya mereka tinggal di tempat-tempat yang luas jauh dari banjir. Para penggusi dari kampung samping itu pun diterima dengan baik dan masayarkat ikut membantu mereka yang sedang kesusahan. Uluran tangan merekalah yang menjadi sumbangan yang berharga. Mereka inilah wajah-wajah Tuhan yang harus dibantu, karena Injil Mateus memberikan penegasan itu. Ubi Caritas Deus Ibi Est, dimana ada kasih, Di situ Tuhan ada.
Paijo pun dengan senang hati, membantu mereka hingga semua penggungi itu setidaknya bisa beristirahat dengan tenang dan bebas dari ancaman banjir. Selesai itu, Paijo pun pulang dengan rasa puas, karena Simbok pun telah memberikan nasehat itu.
“Embekkkkkkk, Embkeeeeeeek,” suara kambing itu mulai terdengar.
“Apa, lagi, ini,” kata Paijo seraya ke kandang
“Apa, Bing Kambing,” sapa Paijo.
“Aku juga kena bencana, embik-embikkkkkkk,” begitu kambing itu sepertinya mau ngasih tahu begitu.
“Kamuuuuu, kena bencana apa?” tanya Paijo dalam mulai kesel karena capai.
“Aku kena bencana, dari kemarin, belum dikasih makan. Embekkkkkk,” begitulah bahsa kambing itu sepertinya memberikan signal.
“Ohhh, Iya, saya sibuk bantu yang kena bencana, kambing-kambing lupa dikasih makan,” seru Paijooo sambil ambil rumput untuk diberikan kepada kambingggg.
“Embekkkkk, embekkkk, Xie Xie Paijo. Hauceeeee,” begitu kambing itu seperti berterima kasih.
“Dasar kambing. Kalau di gereja “Ubi Caritas Deus Ibi Est”. Kalau di rumah “Ubi Paijo, Capra Ibi est (Dimana ada Paijo, disitu Ada kambing),” heeeeeeee
“Joooooo, Paijooooo,dasar wong deso,” seru Paijo dalam hati.
(RD. Nikasius Jatmiko)