Anda di sini
Beranda > Nusantara > Pemilu 2024, Saatnya Memilih dengan (Lebih) Cerdas

Pemilu 2024, Saatnya Memilih dengan (Lebih) Cerdas

Loading

2024 menjadi tahun yang cukup gerah dan penuh keringat. Bagaimana tidak, kontestasi pemilihan umum presiden dan wakil presiden serta pemilihan legislatif digelar Februari ini. Belum lagi pemilihan kepala daerah yang akan dilaksanakan serentak jelang akhir 2024 menambah panas tahun yang didapuk sebagai tahun politik itu.

Pesta demokrasi untuk menentukan presiden-wakil presiden baru Indonesia tinggal menghitung jam. Apakah sudah memutuskan pilihan? Mau pilih pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, atau Ganjar Pranowo-Mahfud MD?

Masa kampanye tahun ini sendiri dapat dikatakan cukup seru. Salah satunya adalah karena semakin kuatnya peran media sosial dan dunia digital; sesuatu yang tampaknya sama-sama diusahakan oleh masing-masing pasangan calon (paslon), mengingat jumlah pemilih muda yang dominan, menurut data yang dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mencapai 55% dari jumlah keseluruhan pemilih.

Cukup adil rasanya untuk menyebut, anak muda memainkan peran besar dalam pemilu kali ini.

Kutipan ‘all is fair in politics’ pun nampak menjadi sesuatu yang amat terasa pada kontestasi politik sekarang. Segala sepak terjang dilancarkan, berbagai persona ditampangkan. Kalimat kedua sendiri, jika mengutip pendiri Think Policy Andhyta F. Utami, adalah salah satu upaya paslon untuk mendapat perhatian dan likability masyarakat. Istilahnya, mereka ingin kita merasa seolah dapat duduk semeja dengan mereka, bersama-sama menikmati secangkir kopi saat hari menjelang senja.

Namun, jika benar diberi kesempatan, apakah semua paslon akan benar-benar melakukannya saat seluruh kampanye ini berakhir? Untuk duduk bersama, mendengar aspirasi rakyat, dan mengaktualisasi janji-janjinya?

Masalahnya, pasangan yang akhirnya akan mengisi posisi eksekutif masa bakti 2024-2029 akan menghadapi berbagai tantangan besar. Isu transisi energi terbarukan dan krisis iklim yang kini menjadi urgensi global, misalnya.

Setiap paslon mungkin memiliki rencananya masing-masing terhadap isu tertentu, tetapi sudahkah cukup realistis dan aplikatif? Apakah rekam jejak pribadi mereka sendiri sudah cukup selaras dengan janji-janjinya?

Rasanya hal-hal terkait gagasan inilah yang perlu lebih mendapat perhatian, dibanding wajah likable, menggemaskan, dan ‘gemoy’ yang berusaha mereka tampilkan di media sosial. Sebagai pemilih, kita perlu menjadi lebih cerdas daripada hal-hal distraktif semacam ini.

Arahan Gereja

Pada banyak kesempatan Uskup Bogor Mgr Paskalis Bruno Syukur memberikan arahan khusus terkait Pemilu 2024 yang akan segera kita jalani. Tentu bukan soal memilih paslon nomor berapa karena gereja tidak ber-politik praktis, akan tetapi memberikan kriteria pemimpin yang baik yang perlu menjadi pertimbangan umat dalam memilih.

Sebut saja pada misa malam Natal lalu, di mana Uskup Paskalis menyinggung Pemilu 2024 dalam homilinya. Ia mengatakan soal jangan terlalu percaya dengan media sosial. “Pada momen kampanye ada begitu banyak janji yang disampaikan oleh para politikus. Allah menjanjikan hal yang terbaik dan melakukannya, kalau politikus menjanjikan hal yang hebat untuk negara dan masyarakat. Manusia memang bisa berkata-kata akan tetapi sebagai pemilih kita perlu berhati-hati, membuka hati dan pikiran. Benarkah janji yang dilontarkan saat masa pemilu ini? Sungguhkah akan terwujud? Atau hanya omong kosong? Maka pilihlah orang-orang dengan janji yang realistis, terkadang politikus pintar memilih janji tapi sulit mewujudkannya. Jadi pilihlah calon pemimpin yang melakukan hal-hal konkret untuk kita,” terangnya.

Saat bingung menentukan pilihan, golput juga bukan jawaban. Pada akhirnya, tidak ada paslon yang benar-benar tanpa cacat. Setiap calon pasti memiliki catatan hitamnya masing-masing. Maka, langkah paling rasionalnya adalah memilih the lesser evil. Orang yang tidak sepenuhnya ideal, namun secara visi misi dapat cukup dipercaya menangani isu strategis kelak.

Kita masih memiliki waktu untuk ‘berkenalan’ sebelum hari pemilihan. Carilah sumber-sumber terpercaya, seperti situs bijakmemilih.id, untuk mempelajari rekam jejak hingga apa yang masing-masing paslon tawarkan untuk 5 tahun ke depan. Pilihlah dengan sebijak-bijaknya. Kontribusi itulah yang setidaknya dapat kita berikan sebagai warga negara.

Penulis: Celine Anastasya | Editor: Aloisius Johnsis

 

Leave a Reply

Top