Anda di sini
Beranda > Artikel > Mengisi Kemerdekaan dalam Spiritualitas Katolik

Mengisi Kemerdekaan dalam Spiritualitas Katolik

Loading

17 Agustus merupakan hari bersejarah bagi seluruh warga dan elemen bangsa Indonesia. Pada tanggal itu, tahun 1945, Soekarno dan Moh. Hatta  memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam momentum itu, Bung Karno dan Bung Hatta, yang mewakili bangsa Indonesia, menyatakan bahwa rakyat Indonesia sudah terbebas dari belenggu penjajahan bangsa asing. Kemerdekaan itu menjadi milik seluruh rakyat Indonesia, tanpa membedakan ras, suku, golongan, agama atau partai.

Umat Katolik merupakan bagian dari negara dan bangsa ini yang juga terlibat langsung dalam meraih kemerdekaan tersebut dari penjajahan asing. Diskriminasi dan penderitaan yang dialami Indonesia selama penjajahan tersebut telah mendorong nasionalisme dan perjuangan kemanusiaan semua elemen bangsa, termasuk umat Katolik. Salah satu fakta tersebut ditunjukkan dengan keterlibatan Mgr Albertus Soegijapranata. Uskup pribumi pertama di Nusantara itu ikut memberikan kontribusi yang tidak sedikit sejak sebelum merdeka, masa-masa transisi hingga diplomasi awal kemerdekaan. Selain Soegijapranata, tentu ada banyak masyarakat Katolik terlibat bersama dengan seluruh komponen bangsa dalam meraih kemerdekaan sesuai peran dan konteksnya masing-masing. Spiritualitas yang dilakoni Soegijapranata ini kemudian menjadi acuan bagi umat dan gereja Katolik yang harus menjadi 100% Katolik dan 100% Indonesia.

Indonesia sudah menjadi negara merdeka sejak 73 tahun silam. Para pendiri bangsa ini telah mengorbankan jiwa, raga dan harta untuk meraih kemerdekaan tersebut. Tantangan berikutnya adalah mengisi kemerdekaan tersebut untuk mencapai tujuan Negara Indonesia.  Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 sudah dengan jelas menyebutkan bahwa “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Pemerintah dan masyarakat harus bahu-membahu untuk mempercepat tercapainya tujuan Negara Indonesia tersebut. Mengisi kemerdekaan itu juga sebenarnya sejalan dengan upaya mempertahankan dan meujudkan nilai-nilai Pancasila. Dalam konteks itu, masyarakat Katolik pun harus terlibat dalam mengisi kemerdekaan tersebut.  Umat Katolik bisa mengisi kemerdekaan dengan rela melakukan apa yang baik (bdk. 1Ptr 2:13-17), yaitu dengan: membangun persaudaraan -bukan menceraiberaikan; menghormati sesama- bukan merendahkan; mengasihi sesama dan bukan menyingkirkan orang lain karena berbeda suku, agama, ras dan golongan. Umat Katolik sebagai warga Negara yang  bertanggungjawab memberikan apa yang wajib diberikan kepada Negara,  dan kepada Allah apa yang wajib diberikan kepada Allah (bdk. Mat 22:21). Spiritualitas 100% Katolik dan 100% Indonesia memiliki relevansinya dalam mencapai tujuan Negara Indonesia. Hal itu bisa diwujudkan dalam berbagai cara dan strategi sesuai dengan aktivitas dan bidang profesi masing-masing. Kontribusi itu bisa secara pribadi dan juga melalui kelompok, organisasi, atau komunitas.

Tentu konteks dan peran dalam mengisi kemerdekaan itu sangat beragam bagi setiap pribadi, komunitas, dan kelompok. Pada tingkat keluarga perlu ditumbuhkembangkan rasa cinta terhadap Indonesia. Dalam lembaga-lembaga pendidikan formal perlu mengajarkan kasih dan pendidikan kebangsaan sehingga memahami nilai-nilai dasar Pancasila dan Ajaran Sosial Gereja. Demikian juga bidang-bidang pelayanan perlu memberikan ruang dan perhatian khusus bagi kaderisasi agar umat Katolik siap menjadi patriot dan perintis hingga menjadi bagian dalam mewujudkan suasana kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik dan benar.

Hal lain yang cukup penting bahwa kemerdekaan sebagai rahmat Allah diakui oleh pejuang kemerdekaan dengan menyatakannya dalam Pembukaan UUD 1945. “Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Ini menegaskan kembali bahwa kemerdekaan bangsa ini terjadi berkat rahmat Allah yang Mahakuasa. Sebagai umat Katolik, ungkapan syukur juga patut dirayakan sebagaimana perayaan yang dilakukan setiap tahun secara nasional. Merayakan kegembiraan atas HUT kemerdekaan dapat dilakukan dengan kegiatan yang meriah dan simbolisme upacara bendera hingga berbagai lomba yang merakyat. Umat Katolik tentu ikut bersama-sama mensyukurinya dalam berbagai cara. Salah satunya dengan perayaan ekaristi sebagaimana tradisi liturgi selama ini karena kemerdekaan adalah bagian dari perjuangan kemanusiaan.

(Heriyanto Soba)

***Penulis adalah Mantan Ketua DPC PMKRI Cabang Bogor, Ketua Komsos Paroki St Ignatius Loyola-Semplak Bogor, dan Wakil Sekjen Himpunan Alumni (HA) Institut Pertanian Bogor (IPB).

 

 

Leave a Reply

Top