Lukas 2:12
Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan.
Desember itu sering diidentikkan dengan bulan kelahiran, hal ini terinspirasi dari Natal yang dirayakan oleh umat Kristiani. Kelahiran Yesus secara serentak dalam Gereja Katolik Roma diperingati tiap 25 Desember. Nuansa kegembiraan itu tampak dalam ornamen yang dipampang di mana-mana. Kemeriahan perayaan itu adalah sebuah wujud bagaimana orang ikut bergembira atas sebuah kehidupan baru di dunia, apa lagi peringatan sang Juru Selamat.
Ketika peristiwa 2.000 tahun silam itu ditarik kembali, kelahiran Yesus tampaknya bertolak belakang dengan dunia sekarang. Injil Lukas menjelaskan bagaimana Maria kesulitan mendapatkan tempat layak untuk melahirkan sang Putra, sehingga tempat seadanya dijadikan sarana kehadiran sang Juru Selamat. Situasi tragis juga ditampilkan ketika Yesus hanya dibalut kain lampin, yang menunjukkan nilai kesederhanaan dari sang Juru Selamat itu. Tentu hal ini bertolak belakang dengan kelahiran para bangsawan zaman itu. Pasti, peristiwa kelahirannya tidak akan seperti Yesus yang digambarkan dalam injil Lukas itu.
Dengan sendirinya ada kontradiktif antara kehidupan zaman itu sampai sekarang. Di ujung kesederhanaan itu, justru bukan hanya disambut oleh para raja yang duduk singgasana, tetapi disambut oleh bala tentara surgawi. Kembali Lukas menggambarkan“2:13 Dan tiba-tiba tampaklah bersama-sama dengan malaikat itu sejumlah besar bala tentara sorga yang memuji Allah, katanya:2:14 “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya2:15 Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke sorga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: “Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita.”
Kemeriahan itu makin dirasakan ketika kesederhanaan dan kerendahan justru dijunjung tinggi oleh Allah. Sebuah kehidupan baru dimuliakan dan kegembiraan di dunia dirasakan. Demikian kiranya, manusia sekarang telah merasakan semua itu dalam kegembiraan Natal bersama. Semua ikut ambil bagian seperti undangan para malaikat untuk pergi ke Betlehem untuk bersukaria bahwa sang Penyelamat sudah hadir di dunia.
Natal menjadi peristiwa yang selalu ditunggu Paijo, karena pasti ada makan-makan enak yang dengan sendirinya Paijo memperbaiki gizi. Begitulah motivasi Paijo yang tertanam dalam-dalam. Kebersamaan dengan teman-teman dan pesta Natal bukan terletak pada pakian baru, melainkan pada perbaikan gizi, begitulah Paijo heeeeee.
Sore itu ada perayaan Natal di lingkungan. Dengan perasaan senang pasti akan menyambutnya dengan aneka motivasi. Perayaan itu kebetulan akan diselenggarakan di tempat sesepuh kring kami. Pesta pasti sudah siap meriah dengan makanan yang sungguh enak.
“Jo, Paijo. Ayo berangkat,” seru Parman dari luar rumah seraya menghampiri.
“Oh, Iyaaaaaa, sebentar,” jawab Paijo.
“Mbokkkkk, saya duluan ya,” seru Paijo seraya pamitan Simbok dan pergi bersama Parman. Ternyata Parman ditemani Paimin teman cari rumput di kampung.
Kami bertiga berangkat menuju tempat pesta Natalan. Sesampainya di tempat, suasana sudah meriah lain dari biasanya. Beberapa orang juga sudah hadir dan kami pun segera masuk rumah itu untuk mengikuti seluruh rangkaian acara. Lambat laun tempat Natalan sudah mulai penuh. Tepat pukul 19.00 malam, ibadat Natal itu dimulai. Kebetulan ada frater yang asistensi, jadi frater itu akan memimpin ibadat Natal. Di awal ibadat, frater ini memperkanalkan diri, yakni Fr Boim. Wahhhh nama yang sangat milenial, seru anak-anak ketika frater itu bercerita.
Dalam kotbahnya Fr Boim menceritakan, kelahiran Yesus itu sangat fenomenal. Cieeee, sedikit pakai bahasa milenial, begitu gaya Fr Boim. Meneruskan kotbahnya Fr Boim bercerita bahwa Yesus dilahirkan di Betlekem, kenapa bisa begitu keles,” seru Fr. Boin kembali dengan bahasa milenial.
Ya Betlekem itu artinya kota roti, Bahasa kerennnya Citta di Pane, Urbs Panis, biar sedikit keren kotbahnya, mengutip bahasa Italia dan Latin. Apa artinya? Yesus yang lahir di kota roti, ditempatkan di palungan, tempat makan ternak. Ini menggambarkan bahwa Yesus adalah roti kehidupan yang siap disantap oleh setiap orang beriman akan Yesus. Jadi begitulah Yesus dilahirkan. Kesederhanaan menjadi membahana di antero dunia, termasuk kampung Paijo berada yang bisa merasakan pesta bersama. Demikian kiranya inti kotbah dari Fr Boim.
Selepas ibadat, acara pun dilanjutkan ramah tamah. Itu acara yang ditunggu-tunggu Paijo dan kawan-kawan. Bisa jadi ketika Fr Boim kotbah mereka tidak konsentrasi karena aroma makanan telah menusuk hidung. Pada saat makanan yang mulai dikeluarkan, terdengar suara lirih “Wahhhhh, Hauce,” kata Paijo. Tradisi kampung tidak bisa lepas dengan minuman teh manis, disusul makanan kecil.
“Wahhhhh, berarti kita merasakan di Betlekem sekarang,” kata Paijo
“Memang kenapa?” tanya Parman.
“Lhooooo, tadi Fr Boim kotbah apa, kota roti,” seru Paijo
“Heeeeee, kamu masih ingat Jo, Paijo,” tanya Fr Boim yang ikut nimbrung.
“Ingat donk frater, kalau masalah makanan, heeeeee,” jawab Paijo sambil tertawa.
“Apa hubungannya dengan kotbah saya?” tanya Fr Boim ingin tahu.
“Ihhhhhh kepo juga frater ini,” seru Paijo seraya tertawa riang seraya minum teh manis.
“Frater tahu, di kampung kami ini makan roti bisa dihitung tangan dalam setahun. Jadi ketika hari ini ada roti, berarti, ini simbol kota roti, apalagi sudah di piring, berarti siap disantap,” seru Paijo membenarkan diri heeee.
“Joooooo, Paijo. Bilang saja lapar,” sahut Fr boim diikuti tawa teman-temannya.
“Ayooooo makan,” seru Fr Boim mengajak makan.
Kami pun makan dengan senang, karena senang Paijo keselak makanan itu. Sehingga ia butuh minum.
“Ini minum dulu,“ Paimin mengulurkan minum teh panas ke Paijo. Namun, Paijo belum bisa meminum semuannya. Jadi Paijo harus menahan cegukan itu.
“Frater, frater, seraya nahan cegukan itu?” Paijo bertanya.
“Frater, Frater, kalau ada kota roti, apakah ada kota air dingin?” tanya Paijo.
“Yo tidak ada dong Paijo. Memang kenapa?” tanya Fr. Boim.
“Saya cegukan minta air dingin malah dikasih air panas,” seru Paijo sambil cegukan.
“Haaaaaaa,” semua menertawakan Paijo.
“Jooooooo, Paijo. Dasar wong deso. Makan roti saja, cegukan, sana makan singkong saja,” seru Parjo seraya menertawakan Paijo.
(RD Nikasius Jatmiko)