Mateus 27:52 “Dan kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit”.
Martabat kudus selalu kita pahami bagi santo santa yang telah mendapat kanonisasi dari gereja. Hal ini mempersempit pandangan kita sebagai umat yang berdosa seakan tidak akan bisa menggapai nilai luhur itu. Diperkuat lagi bahwa santo santa itu kebanyakan didominasi dari dunia barat. Bahkan, sampai saat ini belum ada satu orang Indonesia pun yang dinobatkan menjadi salah satu dari santo santa itu.
Gereja setiap 1 November selalu memperingati santo santa. Dengan sendirinya kita memperingati mereka yang menjadi patron dalam hidup menggereja. Sehingga, gereja memberikan mahkota kekudusannya secara luar biasa. Kehidupan santo santa dinilai mempunyai nilai lebih dibandingkan kita semua. Mereka menghayati hidup imannya dengan baik sehingga patutlah mereka diberi martabat mulia itu. Kadang terbesit pertanyaan dalam benak Paijo, ”kanapa yooooo, santo santa itu kebanyakan dari dataran atau benua Eropa. Apa tidak ada orang suci di Indonesia?” Begitu kiranya pikiran Paijo melayang ingin mendapatkan jawaban. “Bagaimana bisa meniru pola hidup santo santa, buku saja susah didapatkan, sehingga sulit mengenal siapa santo pelindung kita. Paling-paling Paijo hanya bisa mendegarkan melalui kotbah romo-romo atau katesis, itu pun sepotong-potong,” begitulah kiranya lamuan Paijo terus menerus meminta jawaban.
Sore itu kebetulan Jumat pertama, bertepatan juga 1 November. Wah pasti ini luar biasa, Jumat Pertama yang biasa ada misa untuk penghormatan sakramen mahakudus ditambah Hari Raya Santo Santa, itu pasti meriah. Hukum gereja pun mengizinkan untuk makan daging pada hari ini. “Yahhhhh, makan daging, boro-boro,” seru Paijo kembali dalam hati. “Itu peristiwa langka, jadi tidak makan daging tidak perlu menunggu setiap Jumat, tetapi justru kebalik, menunggu kapan dapat kiriman daging, heeee,” begitu Paijo merenungkan sambil cengar-cnegir sendiri.
Sore itu Simbok dan Paijo pun berangkat bersama ke gereja dengan jalan kaki. Dalam perjalanan, mereka berbincang sambil mengisi waktu.
“Mbok, Simbokkkk, ngasih nama babtis kok gak terkenal itu bagaimana to, Mbok?” tanya Paijo.
“Nama babtis itu bukan persoalan terkenal atau tidak terkenal. Tetapi itu menandai kamu itu mendapatkan nama gerejani yang setidaknya menjadi pelindung hidupmu,” seru Simbok.
“Tetapi saya kan pingin kenal toooo, Mbok, minimal saya bisa belajar dari kisah hidup santo pelindungku,” seru Paijo,
“Jo, Paijo. Mencari santo pelindung itu bukan persoalan terkenal atau tidak, tetapi yang penting hidup kita itu baik. Percuma kamu dikasih pelindung santo yang terkenal tetapi imanmu bertolak belakang dengan iman Katolik. Mending kamu tidak mengenal siapa santo pelindungmu, tetapi hidup berimanmu sangat baik,” begitu jawab Simbok berdiplomasi. Padahal Simbok juga tidak tahu harus menjawab apa, heeee.
“Yaaaaa, Simbok. Terus ngapain kita ikut misa perayaan santo santa, jika kita tidak mengetahui riwayatnya?” tanya Paijo berusaha sidikit ngeyel, biar Simbok juga ikut pusing.
“Jooooo, Paijo. Kamu itu niat misa mau kenal santo santa atau memang dari hatimu mau merayakan misteri iman kita,” seru Simbok sedikit berteologi ala kampung heeee.
“Jo, Paijo. Kamu tidak ingat bahwa semua orang itu karena dibabtis dijadikan kudus,” seru Simbok sambil memancing pemikiran Paijo.
“Cieeee, cieeee. Simbok tahu dari mana itu?” jawab Paijo sambil ketawa.
“Joooo, Paijo. Kamu menghina Simbok. Sekalipun orang kampung saya ngerti sedikit sedikitlah,” seru Simbok.
“Nah, kamu masih ingat pas ada pertemuan lingkungan. Ketika itu Romo Boni menjelaskan apa itu communio sanctorum,” seru Simbok sambil mengingatkan Paijo.
“Wuihhhhhh, Simbok ngerti basa Latin juga,” kembali Paijo sedikit heran.
“Jooo, Paijo. Simbok itu dulu ngalami misa menggunakan bahasa Latin, dan romonya menghadap ke altar. Jadi sedikit-dikit masih ada yang nyantol,” jawab Simbok.
“Ohhhhh gitu ya Mbok. Kok baru cerita sekarang?” tanya Paijo.
“Lalu apa itu communio sanctorum?” tanya Paijo
“Jo, Paijo. Salah satu communion sanctorum itu adalah mereka yang sudah berbahagia di surga, seperti santo santa. Juga orang-orang yang telah meninggal dunia dengan kualitas hidup baik. Bahkan Injil Mateus mengajarkan bahwa kuburan-kuburan itu terbuka dan orang-orang kudus masuk surga. Itulah anugerah orang hidup semasa di dunia. Mereka juga tidak terkenal siapa santo atau santa pelindungnya, tetapi diangkat oleh Allah dalam kematian Kristus. Persisnya kamu baca sendiri di Mateus 27:52. Pasti mereka juga tidak terkenal atau bisa jadi mereka juga belum dibabtis, tetapi mereka disebut orang-orang kudus,” seru Simbok.
“Wuihhhhhhh, canggih bingit Mbok,” jawab Paijo.
“Jadi kamu tidak usah risau bahwa pelindungmu tidak terkenal, kalau hidupmu baik pasti Allah akan membawa kita dalam keabadian, yakni dalam communion Sanctorum,” seru Paijo.
“Wahhhhh, gak rugi saya punya Simbok deso, tetapi mempuyai iman yang luar biasa,” seru paijo.
“Iya, Mbokkkk, saya sekarang paham kudus atau tidak bukan ditentukan oleh terkenal atau tidaknya, tetapi kekudusan adalah ikatan hidup kita dengan Kristus melalui baptis. Santo Paulus juga pernah berkata lho mbokkk, Efesus1:1 Dari Paulus, rasul Kristus Yesus oleh kehendak Allah, kepada orang-orang kudus di Efesus, orang-orang percaya dalam Kristus Yesus. Jadi kita ini juga termasuk communion sanctorum yang masih berziarah di dunia. Communio sanctorum abadi nanti ketika kita bertemu Allah di surga,” imbuh Paijo seraya tersenyum.
Dalam perjalanan menuju gereja, tiba-tiba dikagetkan dengan bunyi lonceng gereja yang sudah dekat. Itu tanda bahwa misa akan dimulai 15 menit lagi.
“Communio Sanctorum,” seru Paijo kaget, seperti orang latah, mendengar lonceng berdentang itu.
“Joooo, Paijo. Biasanya latahnya nyebut anak kambing lagi beranak, sekarang latahnya pakai communio sanctorum,” heeeeeee, seru Simbok sambil geleng-geleng kepala seraya masuk ke halaman gereja.
“Joooooo, Paijo, kamu itu sok latah,” seru Paijo dalam hati seraya masuk gereja dengan mencelupkan air suci dan membuat tanda salib.
“Misssaaaa, missaaaaaaa,” ajak Paijo dalam hatinya untuk mulai konsentrasi diri.
(RD Nikasius Jatmiko)