Anda di sini
Beranda > Artikel > Berbeda, Kehendak Tuhan?

Berbeda, Kehendak Tuhan?

Loading

Pluralisme, keberagaman agama, warna kulit, jenis kelamin, ras, dan bahasa adalah kehendak Tuhan. Demikian salah satu poin penting dari dokumen “Persaudaraan untuk perdamaian dunia dan kehidupan bersama” yang dihasilkan dari pertemuan Paus Fransiskus dan imam Al-Azahar untuk menyerukan toleransi antarpemeluk agama di seluruh dunia. Hal ini disampaikan di tengahkunjungan pertama Paus ke Abu Dhabi Uni Emirat Arab awal tahun ini.

Perbedaan adalah kehendak Tuhan maka tidak seharusnya dipermasalahkan. Walaupun demikian tetap saja ada orang-orang yang secara sengaja maupun tidak sengaja mengoyak persaudaraan kita dengan dalih ‘berbeda’. Ujaran-ujaran kebencian yang disebarkan melalui media sosial seakan-akan mudah meretakkan hubungan harmonis antarumat beragama di Indonesia.

Contoh nyatanya adalah ceramah Ustaz Abdul Somad (UAS) yang sempat viral dan menimbulkan gejolak baru-baru ini. Padahal video tersebut adalah pengajian 3 tahun silam di Masjid Annur Pekanbaru.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Monsinyur Ignatius Suharyo meminta umat Katolik untuk tenang dan tetap mengutamakan persatuan dan kesatuan. “Sudah banyak yang memberi catatan, termasuk dari sahabat-sahabat muslim sendiri. Saya sendiri mengajak umat katolik untuk tidak usah menanggapi. Tidak usah terganggu apalagi terpancing oleh hal-hal seperti itu,” katanya.

Jika kita kembali melihat hasil kujungan Paus Fransiskus ke Arab, maka sudah sangat jelas bahwa seluruh umat manusia adalah saudara, lepas dari apa latar belakangnya.

Kebebasan yang Dibatasi Kebebasan

Setiap orang berhak berbicara apapun, selama mampu mempertanggung jawabkan apa yang dibicarakannya. Layaknya sebuah kebebasan, perlu kita ketahui bersama, bahwa kebebasan seseorang itu dibatasi oleh kebebasan orang lain.

Kebebasan yang kita miliki juga dibatasi dengan kenyamanan orang lain. Masihkah bisa disebut kebebasan jika itu membuat orang lain terganggu bahkan tersakiti?

Rasanya kita harus lebih bijak melihat kebebasan berpendapat, kebebasan berbicara sebagai hal yang harus dipertanggung jawabkan. Karena kita tidak pernah hidup sendiri apalagi di bumi Indonesia.

Kita yang memilih mau menjadi perajut dengan benang-benang toleransi atau menjadi pemisah dengan gunting kebencian.

Silakan memilih.

(Aloisius Johnsis)

Leave a Reply

Top